Pages

Jumat, 18 Juni 2010

Gigi palsu buat nenek

Oleh : Rizki Indra

Dinda gadis kecil kelas 3 yang bersekolah di SD tunas bangsa adalah gadis kecil yang cantik dan lucu selain itu dia juga sangat menyayangi ibu, bapak, kakak serta neneknya, teman-temanya pun sangat suka dengan dia karena dinda adalah orang yang ramah, dia dikenal cerdas di sekolah dan selalu mendapatkan rangking 3 besar, guru-gurunya pun sangat menyayanginya. Beberapa minggu ini dinda merasa kasian kepada neneknya karena neneknya tidak mempunyai gigi, selain itu dia merasa neneknya pasti bosan makan bubur terus yang disiapin ibu dinda tiap makan pagi, siang maupun malam, “kasian sekali nenek tidak bisa makan apel” fikirnya. Dinda sering bertanya pada ibunya “kenapa sih bu nenek tidak punya gigi ?” kata-kata itulah yang selalu muncul di mulut kecilnya setiap hari saat makan bersama keluarganya, nenek yang sering mendengar perkataan dinda pun hanya tersenyum, setiap selesai sholatpun dinda selalu berdoa kepada Allah agar gigi neneknya tumbuh lagi, terkadang hal itulah yang membuat keluarganya geli dan semakin sayang padanya.
Kebetulan dinda sekolah di SD tunas bangsa yang bersebelahan dengan klinik gigi, sehingga tiap pulang sekolah dinda sering melihat orang-orang keluar masuk di klinik tersebut, “mungkin di sini bisa beli gigi buat nenek” ide itulah yang selalu muncul di pikiran dinda ketika melewati depan klinik tersebut. Akhirnya dinda berencana besok siang setelah pulang sekolah dia ingin ke klinik tersebut, kebetulan besok di sekolah nya ada rapat guru jadi bisa pulang lebih cepat, esok hari yang dinanti tiba dinda terlihat agak tegang selama di rumah dan di sekolah karena terus memikirkan rencananya siang nanti. TENG...TENG...TENG bunyi bel sekolah tanda pelajaran telah selesai berbunyi lebih cepat karena akan ada rapat guru jam 9 nanti. Dinda pun langsung bergegas keluar tak memperdulikan temannya yang mengajak ngobrol, gadis kecil itu menemui pak parjo tukang becak langganan yang tiap bulan diberi uang oleh ibunya untuk mengantar jemput dia sekolah. “ tunggu bentar ya pak saya mau ke tempat itu” tangan kecilnya menunjuk bangunan berwarna putih. “ya, neng” jawab pak parjo sambil tersenyum. Kemudian dinda berlari kecil ke klinik tersebut hingga sampai di depan pintu klinik. “Pintu ini kok aneh ngak seperti di rumah bukanya gimana ya?” fikirnya kemudian dia mengetuk-ketuk yang dia angap sebagai pintu tersebut. Kemudian dari dalam kelihatan kakak berbaju putih sedang berjalan menghampirinya. Tiba-tiba kakak yang berwajah manis itu sudah berjongkok untuk berbicara dengan dinda, “kenapa adik, kok ketuk-ketuk jendela” ujarnya pelan. “ohh, ini jendela ya kak, kirain pintu” ujarnya sambil garuk-garuk kepala, kemudian berucap lagi “ anu kak, nenek ku kan ngak punya gigi, apa aku bisa beli gigi buat neneku disini?’ ujarnya, kemudian kakak tersebut menjawab sambil tersenyum kecil mungkin karena meliat gadis lucu didepanya, “ ya dik, disini tempat untuk perawatan gigi kalau gigi sakit bisa kesini terus bisa juga buat gigi palsu, buatin gigi palsu buat neneknya adik juga bisa”, kemudian dinda tampak senang mendengar jawaban kakak tersebut kemudian dinda mengucapkan terima kasih dan segera berjalan ke pak parjo yang sedang menunggunya di depan sekolah “ah, aku akan menabung buat beli gigi nenek” fikirnya dengan hati senang.
Seminggu sudah berlalu dinda kini memegang uang sebanyak 16 ribu, hasil dia menabung selama seminggu uang jajanya yang diberi ibu 3rb setiap hari. Hari ini pulang sekolah dinda berencana beli gigi buat neneknya, seperti biasa dia menyuruh pak parjo menunggunya sebentar, kemudian dia berjalan ke klinik tersebut. Kali ini dia bisa masuk karena berbarengan dengan bapak-bapak yang keluar sambil membuka pintu. Kemudian dia menuju ke kakak yang dia ketemu minggu kemarin. “kak, aku mau beli gigi buat neneku” sambil menyodorkan uang ribuan kucel yang terlipat dengan rapi. Kakak tersebut heran kemudian berkata “ adik, kalau kesini ajak ibunya, ya” . “kenapa kak “ jawab dinda, “kalau kesini ajak ibunya biar ntar kakak jelasin ama ibunya”. “Kenapa-kenapa??” jawab dinda memaksa, “anu, dik disini kalau bikin gigi butuh uang yang tidak sedikit” jawabnya pelan “berarti uang dinda tidak cukup ?” , “bukanya tidak cukup tapi kalau kesini ajak ibunya ya”, kakak tersebut menjawab kemudian dia mengantar dinda keluar klinik dan tak lupa dinda mengucapkan terima kasih.
Dinda terlihat ingin menangis dan membuat pak parjo yang mengantarnya pulang pun bingung. Sampai dirumah dinda terlihat sangat sedih sekali dan murung sehngga membuat keluarganya kebingungan, saat makan malam pun dinda masih murung dikamarnya kemudian bapak menyuruh ibu untuk membujuk dinda makan malam. Ibu pun masuk ke kamar dinda dan membujuknya untuk makan malam, ternyata dinda sedang menagis tersedu-sedu. Ibunya pun berkata, “dinda kenapa? Kok nangis” dinda pun tidak menjawab, “ayo sayang ceritain ama ibu” kemudian dinda pun bercerita kepada ibunya sambil menangis, setelah mendengar cerita dinda ibunya pun menagis karena bidadari kecilnya punya pikiran seperti itu yang membuat haru batinnya sebagai ibu yang membesarkan dan mengandungnya selama 9 bulan. Kemudian ibu berkata “ ya udah dinda, besok ibu ama nenek ke klinik sebelah sekolahmu sekalian menjemput kamu sekolah ya”. “bener bu ? ibu mau beliin gigi buat nenek ? jadi nenek bisa maem apel ? jadi nenek tidak kasian lagi? Tanya dinda tanpa henti. “Iya, sayang” jawab ibu nya. Kemudian raut muka dinda terlihat senang dan kemudian memeluk ibunya, ibunya membalas pelukan dinda bidadari hatinya yang sangat dia sayangi sambil menangis bahagia.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tima kasih atas puisi damaononya.

Firda Mustikawati mengatakan...

sama-sama

Posting Komentar