Pages

Kamis, 17 Juni 2010

Gara-Gara Sepeda

Oleh : Hasti Kusuma Dewi

Resti baru saja bisa menaiki sepeda barunya. Seminggu yang lalu Ayahnya membelikannya sebagai hadiah ulang tahun. Betapa bahagianya hati Resti saat itu. Sepeda dengan warna putih dan merah muda pada keranjang depannya. Ada sebuah bel yang merdu dibagian pengemudinya. Akhirnya Dia bisa juga menikmati bersepeda bersama teman-teman sebayanya.
Semenjak dibelikan sepeda baru, Resti terus belajar menaikinya agar lekas mahir dan bisa keliling kampung bersama teman-temannya. Ternyata kegigihannya membuahkan hasil. Cuma butuh waktu seminggu untuk Resti bisa menguasai sepeda tersebut. Setiap pulang sekolah Dia selalu berputar-putar dengan sepedanya. Bahkan sampai lupa makan.
Sore itu, Ibunya sampai harus berlari-lari untuk memanggil Resti agar cepat pulang karena hari sudah petang. Namun, karena saking asyiknya, Resti tidak memperdulikan perintah ibunya. Hampir setiap sore ibunya harus berteriak-teriak memanggil Resti untuk cepat pulang.
Gara-gara sepeda pula, Resti sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan Pak Anwar, gurunya di sekolah. Setiap pulang dari bersepeda, badan Resti rasanya capek sekali.
“ Ah Mama, Resti capek sekali tadi habis keliling kampung, besuk saja resti bangun pagi untuk mengerjakannya,” tolak Resti kala Ibunya menegurnya untuk cepat menyelesaikan tugas rumahnya. Jika sudah seperti itu Resti lantas pergi tidur. Bahkan saat pagi dating, Resti malah panik dan marah-marah karena teringat pada tugasnya yang belum dikerjakan. Dia takut mendapat hukuman dari gurunya. Ibunya yang seringnya mendapat pelampiasan kemarahan darinya.
Benar saja, saat Resti sampai di sekolahan dia mendapat teguran dari Pak Anwar, wali kelasnya. Bahkan sempat dihukum menyapu halaman sekolah sepulang sekolah. Namun, hal tersebut tidak membuatnya jera. Setiap kali melihat sepedanya, tangannya sudah gatal untuk menaikinya.
Sampai pada suatu hari, rumah Resti sedang hujan lebat. Dia tidak bisa kemana-kemana karena ibunya kembali melarangnya. Jangankan hanya bermain sepeda di jalan depan rumahnya, hanya keluar sebentar di halaman pun dia dilarang.
Hal yang lebih membuat kesal Resti, karena tidak ada teman yang bisa diajak untuk bermain sepeda sambil hujan-hujan. Resti terus menunggu. Menunggu sampai hujan reda dan kembali bisa bersenang-senang.
Lama hujan baru reda. Itu pun belum reda sepenuhnya. Karena masih ada rintik-rintik hujan yang masih bersisa. Resti sudah tidak sabar untuk mengayuh sepedanya lagi, akhirnya diam-diam dia mengeluarkan sepeda kecilnya dan meluncur ke jalan. Dia sama sekali tidak pamit pada ibunya karena takut akan dilarang.
Senang sekali rasanya waktu bisa kembali bersepeda. Walau rintik-rintik hujan terus saja mengguyur tubuh Resti yang kecil. Lama-lama bajunya basah karena rintikkan yang terus menitik tersebut. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya.
Setelah lelah, Resti baru pulang. Ibunya hanya diam melihat anaknya yang pulang dalam keadaan basah. Sudah berkali-kali Ibunya memperingatkannya untuk diam di rumah selama hujan namun tidak dituruti.
Resti agak aneh melihat Ibunya yang tidak marah ketika melihannya basah. Padahal biasanya selalu kena maki. Dalam hati dia bersyukur, namun juga merasa terganggu. Kira-kira ada apa dengan ibunya?
“Apa Ibu marah ya? Tapi kan kalau marah tidak mungkin diam saja,” tanyanya dalam hati.
Malamnya, tiba-tiba Resti demam. Asmanya kambuh. Ibu, Ayah dan kakak-kakaknya panik, karena waktu itu sudah sangat malam. Dokter yang buka pun sudah jarang. Tapi, untung saja masih ada dokter praktek yang buka. Di sana Resti diberi banyak obat dan nasehat dari dokter.
“Resti kemarin main air ya? Kok asmanya jadi kambuh begini?” Tanya Dokter Ria. Resti hanya mengangguk. Lalu mengalihkan pandangnnya pada ibunya. Raut muka cemas ibunya sudah hilang. Ibunya sudah bisa tersenyum.
“Iya, Bu. Dari kemarin bersepeda terus tidak mau mendengar kata orang lain,” tambah Ibunya.
“Itu tidak baik… Resti kan tahu kalau punya asma tidak boleh kecapean dan main air, nanti bikin cemas bapak sama ibunya kayak gini lagi lho. Malam-malam harusnya istirahat setelah bekerja untuk sekeluarga malah harus muter-muter cari dokter buat Resti,” kata dokternya halus. Resti hanya diam sambil terus memandang Dokter tersebut.
“Besuk boleh-boleh saja bermain sepeda, tapi jangan sampai lupa waktu ya, kasihan kalau sampai sakit lagi. Ingat juga harus mengerjakan tugas dari sekolah, Resti nggak mau bodoh karena lupa belajar gara-gara bemain kan?” tambah dokternya. Resti hanya mengangguk. Dalam hati dia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Dia akan lebih menurut pada kata Ibunya dan tidak akan membuat cemas seluruh keluarganya.

0 komentar:

Posting Komentar