Pages

Jumat, 22 Juli 2011

ANALISIS STRUKTURAL KARYA SASTRA ANAK (NOVEL, INFORMASI, PUISI, SASTRA LAMA, BIOGRAFI DAN SINOPSIS)

A. PENDAHULUAN
Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Artinya, baik cara pengungkapan maupun bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut gagasan, adaalah khas sastra, khas dalam pengertian lain daripada yang lain. Artinya, pengungkapan dalam bahasa sastra berbeda dengan cara-cara pengungkapan bahasa selain sastra, yaitu cara-cara pengungkapan yang telah menjadi biasa, lazim, atau yang itu-itu saja. Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan keindahan. Bahasa sastra lebih bernuansa keindahan daripada kepraktisan. Karakteristik tersebut juga berlaku dalam sastra anak (Nurgiyantoro, 2005: 3).
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya (Wahidin, 2009).
Anak ibarat kertas putih yang siap dilukisi apa saja oleh orang tuanya, ingin seperti apa anak itu di masa depan sangatlah tergantung bagaimana orang tua mendidiknya. Anggapan seperti itu membuat sastra anak semakin dihargai. Karya sastra inilah yang menjadi sarana orang tua untuk memberikan nilai-nilai moral, memberikan pendidikan, memberikan informasi kepada anak melalui cerita anak, bacaan informasi, puisi dan karya sasta anak lainnya.
Analisis struktural karya sastra anak tidak jauh beda dengan karya sastra dewasa. Keduanya sama-sama mengkaji struktur instrinsik karya sastra. Akan tetapi keduanya memiliki tingkat dan kedalaman atau keseriusan yang berbeda dalam pengkajiannya.



B. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Sastra Anak
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya (Wahidin, 2009).
2. Jenis-jenis Sastra Anak
Secara garis besar Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi dan nonfiksi (bacaan informasi dan biografi) dengan masing-masing mempunyai beberapa jenis lagi. Genre drama sengaja tidak dimasukkan karena menurutnya, drama baru lengkap setelah dipertunjukkan dan ditonton, dan bukan semata-mata urusan bahasa-sastra (Nurgiyantoro, 2005: 15).
Sebuah teks sastra adalah sebuah kesatuan dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu dibedakan ke dalam unsur intrisik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksisitensi cerita yang bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh dan penokohan alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut pandang dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks fiksi yang bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang dikisahkan, langsung atau tidak langsung. Hal-hal yang dapat dikategorikan ke dalam bagian ini misalnya jatidiri pengarang yang mempunyai ideologi, pandangan hidup dan way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial-budaya masyarakat yang dijadikan latar cerita, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2005: 221).


Unsur-unsur instrinsik cerita fiksi anak adalah sebagai berikut:
a. Tokoh
Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Dalam cerita fiksi anak, tokoh tidak harus berwujud manusia, seperti anak-anak atau orang dewasa lengkap dengan nama atau karakternya, melainkan juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia (Nurgiyantoro, 2005: 222).
b. Alur Cerita
Alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Selain itu, alur juga mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil dalam urutan yang enak, menarik, tetapi juga kelogisan dan kelancaran ceritanya (Nurgiyantoro, 2005: 237).
c. Latar
Latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Peristiwa dan kisah dalam cerita fiksi tidak dapt terjadi begitu saja tanpa kejelasan landas tumpu. Apalagi untuk cerita fiksi anak yang dalam banyak hal memerlukan rincian konkret yang lebih menjelaskan “apa” dan “bagaimana”-nya berbagai peristiwa yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2005: 249).
Latar terdiri dari tiga unsur, yaitu tempat, waktu, dan lingkungan sosial budaya. Kehadiran ketiga unsur tersebut saling mengait, saling memperngaruhi, dan tidak sendiri-sendiri walau secara teoritis memang dapat dipisahkan dan diidentifikasikan secara terpisah (Nurgiyantoro, 2005: 250).
d. Tema
Secara sederhana tema dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita (Lukens, 2003: 129), mengikat berbagai unsur intrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis. Tema merupakan dasar pengembangan sebuah cerita. Tema sebuah cerita fiksi merupakan gagasan utama dan atau makna utama cerita. Tema lazimnya berkaitan dengan berbagai permasalahan kehidupan manusia karena sastra berbicara tentang berbagai aspek masalah kemanusiaan: hubungna manusia dengan Tuhannya, manusia dengan diri sendiri, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungan alam (Nurgiyantoro, 2005: 260).
e. Moral
Moral, amanat atau messages dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik. Moral berurusan dengan masalah baik dan buruk, namun istilah moral itu selalu dikontasikan dengan hal-hal yang baik.Kehadiran moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai saran terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat praktis, tetapi bukan resep atau petunjuk bertingkah laku (Nurgiyantoro, 2005: 265).
f. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam istilah bahasa Indonesia atau dalam istilah bahasa Inggris point of view, view point, merupakan salah satu sarana. sastra (literary device) (Stanton via Pradopo, 2003: 75). Walau demikian hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting. Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi afektif pembaca terhadap sebuah karya fiksi pun dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang (Nurgiyantoro, 2007: 246).
g. Stile dan Nada
Stile berkaitan dengan masalah pilihan berbagai aspek kebahasaan yang dipergunakan dalam sebuah teks kesastraan, nada adalah sesuatu yang terbangkitkan oleh pemilihan berbagai bentuk komponen stile tersebut. Jadi, nada pad hakikatnya merupakan sesuatu yang terbentuk, terbangkitkan atau sebagai konsekuensi terhadap pilihan stile (Nurgiyantoro, 2005: 273).
Gaya merupakan cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang (Sayuti, 2000: 173).
Puisi adalah genre sastra yang amat memperhatikan pemilihan aspek kebahasaan sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa bahasa puisi adalah bahasa yang “tersaring” penggunaannya. Artinya, pemilihan bahasa itu, terutama aspek diksi, telah melewati sekesi ketat, dipertimbangkan dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk, makna yang kesemuanya harus memenuhi persyaratan untuk memperoleh efek keindahan (Nurgiyantoro, 2005: 312).
Di dalam puisi anak, intensitas dalam pendayaan unsur rima dan irama masih dominan. Hal itu seacar jelas terlihat pada puisi-puisi lagu dan tembang-tembang dolanan yang terlihat mengeksploitasi kedua aspek itu untuk memperoleh efek keindahan puisi. Keindahan bunyi puisi itu memberikan kesenangan, kepuasan, dan kebahagiaan tersendiri bagi anak. Itulah salah satu fungsi puisi bagi anak dan kita: memberikan kesenangan dan kepuasan batin (Nurgiyantoro, 2005: 314).
Unsur bentuk atau unsur pembangun puisi atau yang biasa disebut dengan unsur intrinsik puisi antara lain, bunyi, kata, sarana retorika, dan tema. Puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi naratif dan puisi lirik.
Bacaan nonfiksi akan memberikan kita kesenangan dan kepuasan, yaitu yang berwujud pemerolehan fakta dan atau informasi konseptual, yang dibutuhkan. Lukens (2003: 34) mengelompokkan bacaan nonfiksi anak ke dalam dua kategori saja, yaitu buku informasi (informational books) dan biografi (biography).
Berbagai buku bacaan yang berisi berbagai hal, peristiwa, atau apa saja yang menghadirkan informasi dan fakta-fakta secara mudah dikelompokkan ke dalam buku informasi. Di pihak lain, buku bacaan yang berangkat dari dan atau berdasarkan kisah hidup seseorang – juga merupakan suatu bentuk fakta – dikelompokkan ke dalam biografi (Nurgiyantoro, 2005: 237).
Macam-macam buku informasi bisa berupa buku informasi tentang binatang, olahraga, dan kehidupan sosial. Buku informasi binatang berkisah tentang binatang sebagai objek faktual dan apa adanya. Buku informasi olahraga adalah karangan yang berkaitan dengan suatu jenis olahraga. Buku informasi mengenai kehidupan sosial ini berisi tentang topik kehidupan sosial sebagai salah satu jenis bacaan informasional antara lain mencakup kekeluargaan, hubungan dengan tetangga dll. Macam-macam buku informasi diatas semata-mata memberi pengetahuan kepada anak tentang sesuatu yang belum dikenal maupun yang sudah dikenal oleh anak.


C. HASIL KAJIAN
1. Cerita Fiksi Anak (Novel Anak Islami)
Judul Novel : Cita-cita Si Nok
Penulis : Tun Karima
Halaman : 95 halaman
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006

a. Sinopsis
Nok, demikian nenek memanggilnya. Nama aslinya adalah Suwarni. Seorang gadis kecil yang tumbuh di desa. Hidup bersama neneknya dan tidah pernah tau bagaimana rupa orangtuanya. Ayah Nok meninggal dunia ketika Nok masih di dalam kandungan ibunya. Ibunya pergi meninggalkan Nok sejak kecil ke Jakarta mencari kerja. Dengan berbekal saling menyayangi, Nok dan neneknya menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Kesulitan menanggung biaya hidup dan sekolah dipikul bersama. Cita-cita Nok sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Prestasi Nok di Sekolah Dasar cukup membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Nok menjadi teladan utnuk teman-temannya. Tapi ada saja teman yang iri pada Si Nok. Berbagai cara untuk memfitnah Si Nok dihadapan teman-temannya dilakukan. Sedih hati Si Nok. Apalagi nenek sudah semakin tua. Tidak lagi sekuat dulu. Sementara biaya ke sekolah lanjutan tidak sedikit. Tiba saatnya kelulusan Sekolah Dasar, Si Nok mendapat penghargaan sebagai murid terbaik di sekolahnya. Nok mendapat beasiswa yang lumayan jumlahnya untuk bisa mendaftar di SMP Kharisma. Akhirnya cita-cita Nok tercapai bisa melanjutkan sekolah di SMP Kharisma. Suatu hari saat Nok sedang membersihkan sepedanya, Nok dipanggil oleh seorang wanita yang turun dari mobil yang tidak lain adalah ibu Si Nok. Nok sangat senang, akhirnya ibunya pulang dan menemui Nok. Akhirnya, lengkap sudah kebahagiaan Nok. Nok bisa bersekolah di SMP Kharisma di kota, dan Ibunya yang selama ini tidak pernah pulang untuk menjenguk Nok akhirnya datang menemui Nok dan akan tinggal bersama Nok, nenek, dan Ayah baru Nok.

b. Tema
Tema dalam cerita anak yang berjudul Cita-cita Si Nok ini kurang lebih bertema tentang “semangat belajar dan kerja keras seorang anak”. Hal ini dapat dilihat dari isi cerita anak yang menceritakan semangat belajar Si Nok dan kerja keras membantu nenek menitipkan kue-kue ke sekolahan demi bisa melanjutkan sekolah di SMP Kharisma. Nok adalah seorang gadis kecil yang memiliki cita-cita yang sangat sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Akan tetapi neneknya hanya seorang penjual kue. Dengan semangat dan kegigihan Nok dalam belajar hingga memperoleh prestasi yang membanggakan akhirnya Nok bisa sekolah dengan uang bantuan dari sekolah.
c. Alur
Novel anak ini, beralur maju. Hal ini dapat dibuktikan dengan jalannya cerita yang mengisahkan sesuatu hal dengan penyelesaian di bagian akhir. Pada awalnya yang diceritakan adalah tentang kehidupan Nok dan neneknya di desa. Ayah Nok meninggal dunia ketika Nok masih di dalam kandungan ibunya. Ibunya pergi meninggalkan Nok sejak kecil ke Jakarta mencari kerja. Cita-cita Nok sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Prestasi Nok di Sekolah Dasar cukup membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Sampai akhirnya Nok bisa mencapai cita-citanya yaitu melanjutkan sekolah di SMP Kharisma berkat prestasinya itu.
d. Penokohan
Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal) (Wiyatmi, 2006: 31). Tokoh utama dalam novel anak ini adalah Si Nok, sementara tokoh periferal dalam novel ini adalah nenek, Lilis, Anto, Tiwi, Tino, Trinil, Bu Marno, Lik Parni, Lik Mul, Pak Harjo, Pak Warsan, Ustad Usman, Bu Dewi, Bu Giman, Bi Roji, Bu Parti(Ibu Si Nok), Pak Dato (Ayah baru Si Nok).
Dalam cerita ini, tokoh yang merupakan tokoh protagonis ialah Si Nok, nenek, Lilis, Tino, Lik Parni, Lik Mul, Pak Harjo, Pak Warsan, Ustad Usman, Bu Dewi, Bu Giman, Bi Roji, Bu Parti(Ibu Si Nok), Pak Dato (Ayah baru Si Nok) mereka merupakan tokoh utama yang membawa misi kebenaran dan nilai-nilai moral yang berseberangan dengan tokoh antagonis. Si Nok dalam novel ini memiliki prestasi yang sangat membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Nok menjadi teladan untuk teman-temannya. Sedangkan yang merupakan tokoh antagonis dalam novel ini ialah Anto dan Tiwi. Anto dan Tiwi iri pada Si Nok. Berbagai cara untuk memfitnah Si Nok dihadapan teman-temannya dilakukan. Tampak pada petikan berikut:
“ Aku geledah tas anak laki-laki! Tiwi geledah tas anak perempuan.” Anto sigap menyuruh anak laki-laki membawa tas ke depan kelas, ke dekat meja guru. Anto mengedipkan mata pada Tiwi, yang dibalas dengan kedipan juga. Entah apa artinya.” (CcSN: 58)

“Pasti sudah dipakai untuk bayar SPP!” Anto berkata.
“Ya betul, tadi ku lihat ada anak yang ke kantor bayar SPP terus ke perpustakaan. Lis tersinggung.
“Nanti dulu! Wi! Maksudmu aku sama Nok?” tanya Lis agak bernada tinggi.
“Bukan kamu Lis!” jawab Tiwi kalem tapi sinis.
“Nok maksudmu?” Lis semakin geregetan.
“Mungkin juga kan? Namanya juga butuh!” Sambung Tiwi.”(CcSN: 59)

e. Latar
Latar terdiri atas tiga unsur yaitu latar tempat, waktu dan sosial budaya.
• Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada pengertian tempat di mana cerita pada novel ini dikisahkan. Novel anak Cita-cita Si Nok ini dikisahkan di sebuah desa bernama desa Patebon. Tempat yang sering menjadi latar pengkisahan ceritanya adalah halaman dan rumah nenek, ruang kelas SDN 10 Patebon, SMP Kharisma, dan Musholla.
• Latar Waktu
Latar waktu jalannya cerita dalam cerita anak ini yakni pagi, siang, sore dan malam hari.



Pagi hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Sudah berhari-hari setiap pagi Nok selalu ada di halaman depan. Menunggu anak-anak desa Patebon berangkat sekolah (CcSN: 18).
Siang hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis: Siang hari Nok jarang bermain keluar bersama teman-teman sebanya (CcSN: 26).
Sore hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Azan ashar berkumandang. Nok mandi dan membawa mukena kecil ke mushola untuk bersama sholat ashar mengikuti nenek (CcSN: 27).
Malam hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Waktu malam hari menjelang tidur nenek mendongeng (CcSN: 35).
• Latar Sosial Budaya
Latar sosial budaya dalam cerita fiksi dapat dipahami sebagai keadaan kehidupan sosial budaya masyarakat yang diangkat ke dalam cerita itu. Cerita anak ini berlatar sosial budaya masyarakat Jawa tengah, khususnya di daerah Pemalang. Hal ini dikarenakan penulis berasal dari Pemalang. Dimana pengarang sebagai pencipta karya sastra dianggap merupakan makhluk sosial yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat.
f. Sudut Pandang
Dalam cerita ini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari petikan percakapan maupun deskripsi yang tak menyertkan sudut ke”akuan”. Contoh penggunaan sudut pandang “orang ketiga serba tahu” terlihat dari penggalan cerita Cita-cita Si Nok berikut: Nok mandi danganti baju. Rambut ikalnya disisir terurai. Kemudian dibedaki wajahnya. Terlihat cantik dan wangi (CcSN: 35).
g. Stile dan Nada
Stile atau gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini cenderung sangat sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Bahasa yang terdapat dalam novel ini juga tidak asing didengar oleh pembaca sehingga mudah untuk memahaminya.
Nada bahasa yang digunakan bisa dibangkitkan dari kata-kata yang digunakan. Dengan kata-kata yang sederhana itulah kemudian mampu membangkitkan suspense pembaca. Novel ini bernada semangat, kerja keras, bersahabat, dan mencerminkan suasana pedesaan yang asri.
h. Moral
Moral dapat dipahami sebagai pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca baik secara eksplisit maupun secara implisit. Cerita anak tentang semangat belajar yang ditunjukkan oleh tokoh Si Nok ini mengandung moral yang disampaikan oleh pengarang secara implisit. Si Nok, gadis kecil yang memiliki rasa semangat untuk mencapai cita-citanya ingin sekolah di SMP Kharisma ini patut ditiru oleh pembaca. Si Nok selalu berusaha mengumpulkan uang untuk biaya sekolahnya dengan membantu nenek menjualkan kue-kue di sekolahan. Semangat belajar yang dimiliki Nok yang pada akhirya membawa kebahagiaan pada Nok. Ketika kelulusan Sekolah Dasar, Nok mendapatkan penghargaan sebagai murid teladan yang pada akhirnya Nok bisa sekolah dengan uang bantuan dari sekolah.

• Keterkaitan antara tokoh dengan konflik membentuk alur dan tema. Tokoh Si Nok adalah gadis kecil yang tinggal di desa bersama neneknya. Dengan berbekal saling menyayangi, Nok dan neneknya menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Kesulitan menanggung biaya hidup dan sekolah dipikul bersama. Cita-cita Nok sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Akan tetapi Nok dan nenek hidup pas-pasan. Kehidupan yang pas-pasan ini menjadi konflik dalam cerita anak ini. Tetapi karena semangat dan kegigihan Nok dalam belajar menjadikan prestasi Nok di Sekolah Dasar cukup membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Keterkaitan tokoh Si Nok dengan konflik masalah kehidupannya yang pas-pasan tetapi dengan semangat dan kegigihannya dalam belajar yang pada akhirnya bisa melanjutkan sekolah di SMP Kharisma inilah yang membentuk alur dan tema. Sehingga keterkaitan antara tokoh, konflik, alur dan tema tersebut telah membentuk rangkaian peristiwa yang terjadi dalam novel anak tersebut.

2. Bacaan Non Fiksi Anak (Bacaan Informasi Majalah Bobo)
Judul Informasi : Muskox Bermantel Bulu Tebal
Ilustrasi : Odenion
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Fauna)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

a. Ringkasan
Binatang memakai mantel? Mana ada?! Ini hanya perumpamaan, kok. Muskox memiliki bulu yang panjang dan tebal. Mamalia ini bagaikan binatang bermantel bulu. Muskox hidup di daerah dingin, bahkan sampai -40 derajat Celcius. Bulu-bulu tebal dan panjang melindungi mereka dari serangan udara dingin dan terjangan salju. Bulu-bulu hangat itu tidak hanya melindungi dari mereka sendiri. Kebetulan, anak-anak muskox tidak memiliki bulu setebal muskox dewasa. Anak-anak muskox bisa mati kedinginan. Bulu-bulu hangat muskox dewasa digunakan untuk tempat berlindung anak-anak muskox dari dingin.
Muskox tidak makan daging. Mereka makan rumput, beberapa jenis lumut, dan juga kayu willow. Kuku-kuku tajam mereka bisa digunakan untuk mencabut rumput yang tertimbun salju. Binatang ini biasa hidup berkelompok sekitar 10 atau 20 ekor. Jika musuh menyerang, mereka membentuk lingkaran. Anak-anak diletakkan di tengah lingkaran. Muskox dewasa berdiri tegak di luar dan siap menghadang musuh. Musuh utama mereka adalah serigala kutub. Muskox melindungi diri dari musuh dengan tanduknya yang tajam.
Kini ada sekitar 85.000 muskox ekor muskox di Kanada. Binatang ini juga dijumpai di Greenland, Norwegia, Rusia, dan alaska.
Berat muskox dewasa adalah ± 315 kg, rata-rata berat lahir 11,46 kg, Usia maksimum ± 27 tahun dan masa kehamilan induk adalah 258 hari.
b. Analisis Informasi
Buku informasi merupakan salah satu jenis buku non fiksi. Buku bacaan informasi sengaja ditulis agar mampu memenuhi rasa keingintahuan anak yang luar biasa terhadap berbagai hal yang ada di sekelilingnya. Buku berjudul Muskox Bermantel Bulu Tebal ini termasuk ke dalam golongan bacaan informasi. Informasi dalam buku ini merupakan informasi tentang binatang. Cara pengarang menyampaikan informasi kepada pembaca dengan menggunakan teknik narasi dengan bahasa yang sederhana dan disertai dengan ilustrasi berupa gambar. Hal ini dilakukan agar informasi mengenai binatang yang tidak ditemui di Indonesia ini akan mudah diketahui oleh anak dengan adanya ilustrasi gambar muskox tersebut. Dengan cara ini, anak-anak menjadi kaya akan pengetahuan dan wawasan tentang macam-macam hewan yang tidak ditemui di Indonesia atau yang belum dikenal oleh anak. Bacaan-bacaan informasi mengenai berbagai jenis binatang amat diperlukan untuk mengenal perikehidupan binatang-binatang yang bersangkutan. Terhadap binatang-binatang yang telah dikenal, bacaan informasi akan membuat anak mengenal secara lebih baik, sedangkan terhadap binatang yang belum dikenal seperti muskox ini, anak akan dapat mengenalinya. Misalnya Dalam bacaan informasi yang berjudul Muskox Bermantel Bulu Tebal ini, anak mendapat pengetahuan tentang asal mula nama muskox. Ada cara unik mustox jantan merebut hati muskox betina. Muskox jantan mengeluarkan aroma tertentu yaitu aroma musk. Nah, darisitulah nama muskox berasal.
Adanya ilustrasi dan narasi juga tone yang dipilih oleh pengarang melalui bahasa dan kata-kata yang sederhana dalam menyampaikan pengetahuan tersebut dapat melibatkan emosi anak ke dalam bacaan. Cara yang digunakan pengarang dalam buku ini, membuat anak-anak tidak merasa digurui oleh pengarang. Fakta yang ada di dalam bacaan informasi yang ada dalam majalah bobo tentang Muskox Bermantel Bulu Tebal ini dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bacaan informasi yang berjudul Muskox Bermantel Bulu Tebal ini, anak mendapat pengetahuan tentang asal mula nama muskox. Ada cara unik mustox jantan merebut hati muskox betina. Muskox jantan mengeluarkan aroma tertentu yaitu aroma musk. Nah, darisitulah nama muskox berasal.






3. Puisi Anak
Judul Puisi I : Bintang
Penulis : Agnes Angelina Paramita
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Halamanku)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

Bintang

Oh... bintang di langit
Aku terpukau akan keindahanmu
Yang bersinar di langit bagaikan pelita hati
Oh... bintang di langit
Bersinarlah selalu
Untuk menemaniku tidur
Di tengah gelapnya malam
Oh... bintang di langit
Kau memberiku harapan
Untuk selalu berbuat kebaikan
Bagi semua orang
Agnes Angelina Paramita
Kelas 3 SD Kanisius Demangan Baru
Jl. Pringgodani, Sambisari Purwomartani, Sleman
Yogyakarta

Puisi berjudul Bintang di atas termasuk ke dalam puisi lirik. Sesuai dengan pengertiannya bahwa puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, perasaan, dan pikiran (Nurgiyantoro, 2005: 362). Unsur-unsur pembangun dari puisi di atas adalah sebagai berikut:

a. Bunyi
Puisi berjudul Bintang di atas sarat dengan bentuk anafora, dimana terdapat suatu ulangan pola bunyi di awal baris. Seperti pada petikan “Oh... bintang” pada bait pertama, kedua dan bait ketiga. Pola anaforis dalam puisi ini berfungsi menegaskan bahwa ciptaan Tuhan yang bernama bintang itu sangat indah. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca tentang kekagumannya pada bintang.


b. Kata
Kata yang digunakan pengarang untuk menyusun baris-baris puisi di atas cenderung mudah dipahami. Kata-kata yang dipakai sangat sederhana sehingga makna puisi itu pun secara keseluruhan mudah untuk dipahami pembaca. Suasana yang diungkapkan dalam puisi Bintang tersebut adalah suasana hati yang senang. Disamping itu pengarang juga mengekspresikan kekagumannya kepada Bintang.
Pada bait pertama, kedua, dan ketiga pengarang memperjelas repetisi kata “oh bintang” yang ingin menegaskan kepada pembaca bahwa pengarang memuji kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan bintang sebagai penerang dikala gelap dan sebagai ekspresi kekagumannya pada bintang.
c. Sarana Retorika
Sarana retorika di pakai di sini untuk menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih, baik yang menyangkut bentuk-bentuk ekspresi kebahasaan maupun berbagai dimensi makna yang dapat dibangkitkan. Sarana retorika yang dimaksud meliputi bentuk-bentuk pemajasan (figures of thought), citraan (imagery), dan penyiasatan struktur (figures of speech).
Pada puisi berjudul Bintang di atas, terdapat majas perumpamaan seperti terlihat pada baris ketiga //Yang bersinar dilangit bagaikan pelita hati//. Majas itu diwakilkan dengan kata “bagaikan” yang terdapat pada baris ketiga bait pertama. Citraan (imagery) yang tampak pada puisi Bintang ini adalah citraan penglihatan. Hal ini dapat dilihat pada bait ketiga baris keempat//Di tengah gelapnya malam//. Majas personifikasi juga ditemukan pada puisi Bintang ini. Seperti pada baris keenam//Untuk menemaniku tidur//, pengarang menyampaikan seolah-olah bintang seperti layaknya manusia yang bisa menemani tidur.
d. Tema
Tema pada puisi anak biasanya lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya anak-anak sering menulis puisi tentang orang tua, guru, teman sepermainan, binatang kesukaan, lingkungan alam, empati terhadap sesama yang menderita dan religiusitas. Puisi berjudul Bintang di atas berbicara tentang kecintaan dan kekaguman anak kepada benda yang diciptakan Tuhan.
4. Puisi Anak
Judul Puisi II : Ibuku
Penulis : Raisa Kamila
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Halamanku)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

Ibuku

Ibuku tersayang
Maafkan aku
Aku telah membuatmu sedih
Saat aku kecil
Engkau selalu menjagaku
Engkau selalu menghiburku
Tanpamu...
Aku merasa kesepian
Tidak ada yang menghiburku
Tidak ada yang menemaniku
Dunia terasa gelap
Jika kau tak ada
Aku akan berusaha menghiburmu

Raisa Kamila
Kelas 5 MIN Gungung Pangjlun
d/a Komp. Mawar Putih
Korong Gadang-Kuranji
Padang 25156

Puisi berjudul Ibuku di atas termasuk ke dalam puisi lirik. Sesuai dengan pengertiannya bahwa puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, perasaan, dan pikiran (Nurgiyantoro, 2005: 362). Unsur-unsur pembangun dari puisi di atas adalah sebagai berikut:
a. Bunyi
Puisi berjudul Ibuku di atas terdapat pola bunyi dengan sajak bunyi vokal /u/ pada baris kelima dan keenam //Engkau selalu menjagaku/ Engkau selalu menghiburku//. Pola seperti itu juga merupakan suatu ulangan pola bunyi di awal baris (anafora). Seperti pada baris kesembilan dan kesepuluh //Tidak ada yang menghiburku/ Tidak ada yang menemaniku//. Banyaknya bunyi vokal yang berjarak dekat (asonansi) dalam puisi ini seperti vokal /a/, /i/, /u/ berfungsi untuk melancarkan proses pembacaan sehingga irama yang ada pada puisi ini cenderung efonis.
Sesuai dengan pengertian yang sudah ada bahwa aspek bunyi dalam puisi, selain berfungsi sebagai persajakan dan pendukung arti, juga sekaligus sebagai pembangkit suasana tertentu. Dominan bunyi pada baris kelima,keenam dan kesembilan, kesepuluh itu mampu memberikan sugesti terhadap terciptanya suasana dan nada yang tegas yang diungkapkan oleh pengarang. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca tentang betapa kita sangat membutuhkan ibu.
b. Kata
Kata yang digunakan pengarang untuk menyusun baris-baris puisi di atas menciptakan suatu rangkaian bunyi yang padu. Jika dibaca akan menghasilkan bunyi-bunyi dengan rima yang sama. Hal ini menjadikan bentuk kata-kata tersebut menjadi padu dan membuat makna yang dihasilkan menjadi semakin jelas. Hal ini tampak pada bait kedua// Tanpamu/ Aku merasa kesepian/ Tidak ada yang menghiburku/ Tidak ada yang menemaniku//.
c. Sarana Retorika
Sarana retorika di pakai di sini untuk menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih, baik yang menyangkut bentuk-bentuk ekspresi kebahasaan maupun berbagai dimensi makna yang dapat dibangkitkan. Sarana retorika yang dimaksud meliputi bentuk-bentuk pemajasan (figures of thought), citraan (imagery), dan penyiasatan struktur (figures of speech).
Citraan (imagery) yang tampak pada puisi ibuku ini adalah citraan penglihatan, cintraan rabaan (peraba), Citraan kinestetik. Citraan penglihatan dapat dilihat pada baris ketiga// Aku telah membuatmu sedih//. Kemudian citraan peraba dapat dilihat pada baris kedelapan dan kesebelas //Aku merasa kesepian// dan //Dunia terasa gelap//. Citraan kinestetik terdapat pada baris kelima//Engkau selalu menjagaku//.
d. Tema
Tema pada puisi anak biasanya lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya anak-anak sering menulis puisi tentang orang tua, guru, teman sepermainan, binatang kesukaan, lingkungan alam, empati terhadap sesama yang menderita dan religiusitas. Puisi berjudul Ibuku di atas berbicara tentang kecintaan seorang anak terhadap ibunya(bertema tentang orang tua yaitu ibu).

5. Puisi Anak
Judul Puisi III : Bobo
Penulis : Retno Mutia
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Halamanku)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

Bobo

Bobo kelinci yang imut
Bobo kelinci yang ramah
Bobo kelinci yang penuh inspirasi dan kretaif
Bobo...
Kelinciku yang sangat lucu
Bobo yang selalu membuatku tertawa
Bobo yang menambah pengetahuanku
Terima kasih bobo kelinciku yang sangat lucu

Retno Mutia
Kelas 6 SDN Parung Panjang 03
Jl. Moh. Toho, Kp. Sukamanah
Parung panjang-Bogor

Puisi berjudul Bobo di atas termasuk ke dalam puisi lirik. Sesuai dengan pengertiannya bahwa puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, perasaan, dan pikiran (Nurgiyantoro, 2005: 362). Unsur-unsur pembangun dari puisi di atas adalah sebagai berikut:
a. Bunyi
Puisi berjudul Bobo di atas terdapat bunyi anafora, dimana ditemukan persamaan bunyi pada awal baris (Sayuti, 2002). Seperti yang terdapat pada baris pertama, kedua, dan ketiga yang memiliki persamaan bunyi di awal baris// Bobo kelinci yang imut/ Bobo kelinci yang ramah/ Bobo kelinci yang penuh inspirasi dan kreatif//.Pada puisi Bobo tersebut terdapat sajak dalam pada bunyi vokal /u/ dalam kata kelinciku dan lucu (baris kelima).

b. Kata
Kata yang digunakan pengarang dalam puisinya sangat sederhana. Makna puisi Bobo diatas secara keseluruhan sangat mudah untuk dipahami. Suasana yang diungkapkan dalam puisi tersebut adalah suasana hati yang riang.
Banyaknya bunyi vokal yang berjarak dekat (asonansi) dalam puisi ini seperti vokal /a/, /i/, /u/ berfungsi untuk melancarkan proses pembacaan sehingga irama yang ada pada puisi ini cenderung efonis.
c. Sarana Retorika
Sarana retorika di pakai di sini untuk menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih, baik yang menyangkut bentuk-bentuk ekspresi kebahasaan maupun berbagai dimensi makna yang dapat dibangkitkan. Sarana retorika yang dimaksud meliputi bentuk-bentuk pemajasan (figures of thought), citraan (imagery), dan penyiasatan struktur (figures of speech).
Citraan (imagery) yang tampak pada puisi Bobo ini adalah citraan penglihatan seperti pada baris keenam//Bobo yang selalu membuatku tertawa// yaitu karena tokoh melihat bobo yang sangat lucu, tokoh dalam puisi tersebut bisa tertawa bahagia.
d. Tema
Tema pada puisi anak biasanya lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya anak-anak sering menulis puisi tentang orang tua, guru, teman sepermainan, binatang kesukaan, lingkungan alam, empati terhadap sesama yang menderita dan religiusitas. Puisi berjudul Bobo di atas berbicara tentang binatang kesukaan dimana terlihat pada puisi diatas yang berjudul Bobo yang dilambangkan dengan binatang yang bernama kelinci.







6. Cerita Fiksi Anak (Sastra tradisional)
Judul Legenda : Timun Emas (Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara)
Penulis : MB. Rahimsyah
Penerbit : Pustaka Mandiri
Tahun Terbit : 2006
a. Sinopsis
Dahulu di Jawa Tengah ada seorang janda yang sudah tua. Mbok Rondo namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan. Sudah lama sekali Mbok Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi dia hanya seorang janda miskin, lagi pula sudah tua. Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo mengeluh “Seandainya aku mempunyai anak, beban hidupku agak ringan sebab ada yang membantuku bekerja.” Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Si raksasa mendengar keluhan Mbok Rondo barusan. Raksasa berkata kepada Mbok Rondo bahwa dia akan memberikan Mbok Rondo seorang anak. Akan tetapi raksasa memberikan syarat yaitu apabila anaknya sudah berumur enam belas tahun, anak itu harus diserahkan kepada raksasa sebagai santapannya. Karena begitu menginginkan anak, tanpa berpikir panjang Mbok Rondo menyepakati syarat tersebut. Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok rondo. Mbok Rondo segera pulang dan menanam benih itu di ladang. Dua minggu kemudian tanaman itu sudah berbuah. Ada buah mentimun yang sangat besar. Warnanya kekuningan seperti emas, Mbok Rondo tertarik pada buah mentimun yang besar itu, akhirnya dipetiknya buah itu dan dibawa ke rumah. Setelah sampai di rumah, Mbok Rondo membelah mentimun itu dengan hati-hati. Ternyata ada seorang bayi perempuan cantik di dalam buah tersebut. Mbok Rondo memberikan nama bayi itu Timun Emas. Timus Emas tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Suatu saat raksasa datang menagih janji pada Mbok Rondo. Akan tetapi Mbok Rondo tidak memberikan Timun Emas kepada raksasa itu. Akhirnya Timun Emas dikejar-kejar raksasa untuk dimakan, kemudian Timun Emas melemparkan kantong yang berisi biji-bijian, kemudian dari biji-bijian itu tumbuh pohon yang merambat dan berduri, menghalangi jalan raksasa. Dari kantong kedua yang berisi garam yang dilemparkan oleh Timun Emas, keluarlah air laut yang menenggelamkan raksasa. Raksasa sudah kepayahan. Yang terakhir, Timun Emas melemparkan kantong yang berisi terasi, lalu dari terasi-terasi itu keluar lumpur yang menenggelamkan raksasa. Timun Emas selamat. Ibu dan Timun Emas bersyukur kepada Tuhan yang telah membantu Timun Emas menghadapi raksasa.
b. Tema
Tema dalam legenda yang berjudul Timun Emas ini kurang lebih bertema tentang “pantang menyerah”. Hal ini dapat dilihat dari isi legenda yang menceritakan keberanian Timun Emas menghadapi raksasa. Contohnya Timun Emas ketika dikejar-kejar raksasa, walaupun kantong pertama gagal, Timun Emas terus melemparkan kantong kedua, ketiga, hingga kantong keempat sampai raksasa tenggelam di dalam lumpur.
Selain itu legenda Timun Emas berisi nasehat-nasehat agar kita selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, tidak meminta kepada jin ataupun raksasa. Sekalipun dalam dunia nyata, raksasa itu tidak ada, namun tetap ada kaitan antara tokoh-tokoh dan perbuatan mereka yang dapat dimengerti oleh penikmat cerita Timun Mas.
c. Alur
Cerita Timus Emas ini beralur maju. Hal ini dapat dibuktikan dengan jalannya cerita yang mengisahkan sesuatu hal dengan penyelesaian di bagian akhir. Pada awalnya yang diceritakan adalah tentang seorang janda yang bernama Mbok Rondo yang menginginkan anak. Suatu saat ketika Mbok Rondo sedang mencari kayu di hutan, datanglah raksasa menghampiri Mbok Rondo dan akan memberikannya seorang anak. Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok rondo. Mbok Rondo menanam biji mentimun itu di ladang. Dua minggu kemudian Mbok Rondo memetik mentimun itu dan membelahnya. Ternyata ada bayi perempuan di dalamnya. Mbok Rondo senang, akhirnya dia bisa mempunyai anak dengan bantuan dari raksasa itu.
d. Penokohan
Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal) (Wiyatmi, 2006: 31). Tokoh utama dalam legenda ini adalah Timun Emas, sementara tokoh periferal dalam legenda ini adalah Mbok Rondo, raksasa, dan seorang pertapa(dukun).
Dalam cerita ini, tokoh yang merupakan tokoh protagonis ialah Mbok Rondo dan Timun Emas. Sedangkan tokoh antagonis dalam legenda ini adalah raksasa.
e. Latar
Latar terdiri atas tiga unsur yaitu latar tempat, waktu dan sosial budaya.
• Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada pengertian tempat di mana cerita pada novel ini dikisahkan. Legenda Timun Emas ini dikisahkan di sebuah daerah di Jawa Tengah.
• Latar Waktu
Latar waktu jalannya cerita dalam cerita anak ini yakni Dua tahun kemudian, pagi hari, dan siang hari.
Pagi hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Pagi itu sangat cerah. Mbok Rondo dan Timun Emas bersiap pergi ke hutan untuk mencari kayu (KCRN: 94).
Siang hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis: Pada suatu hari sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo duduk beristirahat sambil mengeluh (KCRN: 93). Karena bisa melihat dan di hutan tidak ada penerangan, kecuali matahari, dapat disimpulkan bahawa latar waktu terjadi pada siang hari.
Dua tahun kemudian
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis: Dua tahun kemudian, Timun Emas sudah dewasa. Wajahnya semakin cantik. Kulitnya kuning langsat. Tapi Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya kepada si raksasa. (KCRN: 95).
• Latar Sosial Budaya
Legenda ini ini berlatar sosial budaya masyarakat Jawa tengah. Hal ini dapat dilihat dari latar tempatnya yang mengambil sebuah hutan seperti kebanyakan di Asia sebagai latarnya,
f. Sudut Pandang
Dalam cerita ini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari petikan percakapan maupun deskripsi yang tak menyertkan sudut ke”akuan”. Contoh penggunaan sudut pandang “orang ketiga serba tahu” terlihat dari penggalan legenda Timun emas berikut: Pada saat itu juga Timun Emas membuka bungkusan dan menaburkan jarum ke tanah (KCRN: 97).
g. Moral
Moral dapat dipahami sebagai pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca baik secara eksplisit maupun secara implisit. Legenda Timun Emas berisi nasehat-nasehat agar kita selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, tidak meminta kepada jin ataupun raksasa. Sekalipun dalam dunia nyata, raksasa tidak ada, namun tetap ada kaitan antara tokoh-tokoh dan perbuatan mereka yang dapat dimengerti oleh penikmat cerita Timun Emas. Selain itu cerita Timun Emas mengajarkan kita bersikap pantang menyerah, contohnya Timun Emas ketika dikejar-kejar raksasa, walaupun kantong pertama gagal, Timun Emas terus melemparkan kantong kedua, ketiga, hingga kantong keempat.
• Keterkaitan antara tokoh dengan konflik membentuk alur. Tokoh Mbok Rondo adalah seorang janda tua yang ingin mempunyai seorang anak. Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo mengeluh “Seandainya aku mempunyai anak, beban hidupku agak ringan sebab ada yang membantuku bekerja.” Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Si raksasa mendengar keluhan Mbok Rondo barusan. Raksasa berkata kepada Mbok Rondo bahwa dia akan memberikan Mbok Rondo seorang anak. Akan tetapi raksasa memberikan syarat yaitu apabila anaknya sudah berumur enam belas tahun, anak itu harus diserahkan kepada raksasa sebagai santapannya. Mbok Rondo menyetujuinya. Akan tetapi, setelah Timun Emas dewasa Mbok Rondo tidak menepati janjinya untuk memberikan Timun Emas kepada raksasa. Keterkaitan tokoh Mbok Rondo dengan konflik masalah dengan raksasa inilah yang membentuk alur. Sehingga keterkaitan antara tokoh, konflik, alur tersebut telah membentuk rangkaian peristiwa yang terjadi dalam legenda tersebut.

7. Bacaan Non Fiksi Anak (Biografi)
Judul Biografi : Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa
Penulis : Sagimun. M. D
Ilustrasi : Syahwil
Halaman : 51 halaman
Penerbit : CV ROSDA
Tahun Terbit : 1983

a. Ringkasan
Kyai Haji Zaenal Mustafa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya adalah Umri alias Hudaemi. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawafi dan Ny. Ratinah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Ia anak pertama dari sembilan bersaudara (kini termasuk wilayah Desa Sukarapih Kecamatan Sukarame) Kabupaten tasikmalaya (ada yang menyebut ia lahir tahun 1901 dan Ensiklopedi Islam menyebutnya tahun 1907, sementara tahun yang tertera di atas diperoleh dari catatan Nina Herlina Lubis, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat). Namanya menjadi Kyai Haji Zaenal Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1927.
Sejak kecil Kyai Haji Zaenal Mustafa sudah tertarik kepada pelajaran agama Islam. Ia belajar agama Islam dari ayahnya. Disamping belajar di sekolah umum ia juga banyak menekuni agama. Pada waktu berusia dua belas tahun Umri tamat sekolah dasar. Ia memang terkenal sebagai seorang anak yang cerdas. Pada waktu itu ia sudah menghafalkan Al-Qur’an. Ia juga banyak belajar bahasa Arab.
Setelah tamat sekolah dasar Kyai Haji Zaenal Mustafa melanjutkan pendidikannya ke pelbagai pesantren. Kyai Haji Zaenal Mustafa bercita-cita menjadi seorang ulama yang baik. Untuk menjadi ulama yang baik, orang tidak cukup belajar hanya pada sebuah pesantren saja. Kurang lebih tujuh belas tahun lamanya ia berkelana dari pesantren yang satu ke pesantren yang lainnya. Pesantren-pesantren yang pernah dikunjungi Umri antara lain; Pesantren Gunung Pari, Pesantren Sukaraja, Pesantren Sukamuskin, Pesantren Cilenga, Pesantren Jamanis.
Pada Tahun 1927 Kyai Haji Zaenal Mustafa mendirikan sebuah pesantren di kampung Cikembang. Di samping itu, ia juga mengadakan beberapa kegiatan keagamaan ke pelosok-pelosok desa di Tasikmalaya dengan cara mengadakan ceramah-ceramah agama. Maka sebutan kiai pun menjadi melekat dengan namanya. Kyai Haji Zaenal Mustafa terus tumbuh menjadi pemimpin yang karismatik, patriotik, dan berpandangan jauh ke depan. Tahun 1933, ia masuk Jamiyyah Nahdhatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai wakil ro’is Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
Setelah Perang Dunia II, tepatnya pada 17 November 1941, Kyai Haji Zaenal Mustafa bersama Kiai Rukhiyat (dari Pesantren Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap Belanda dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka ditahan di Penjara Tasikmalaya dan sehari kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung, dan baru bebas 10 Januari 1942. Akhir Februari 1942, Kyai Haji Zaenal Mustafa bersama Kiai Rukhiyat kembali ditangkap dan dimasukkan ke penjara Ciamis. Kedua ulama ini menghadapi tuduhan yang sama dengan penangkapannya yang pertama. Hingga pada waktu Belanda menyerah kepada Jepang, ia masih mendekam di penjara.
Pada tanggal 8 Maret 1942 kekuasaan Hindia Belanda berakhir dan Indonesia diduduki Pemerintah Militer Jepang. Oleh penjajah yang baru ini, Kyai Haji Zaenal Mustafa dibebaskan dari penjara, dengan harapan ia akan mau membantu Jepang dalam mewujudkan ambisi fasisnya, yaitu menciptakan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Akan tetapi, apa yang menjadi harapan Jepang tidak pernah terwujud karena Kyai Haji Zaenal Mustafa dengan tegas menolaknya. Dalam pidato singkatnya, pada upacara penyambutan kembali di Pesantren, ia memperingatkan para pengikut dan santrinya agar tetap percaya pada diri sendiri dan tidak mudah termakan oleh propaganda asing. Ia malah memperingatkan bahwa fasisme Jepang itu lebih berbahaya dari imperialisme Belanda.
Besarnya pengaruh Kyai Haji Zaenal Mustafa dalam pembentukan mental para santri dan masyarakat serta peranan pesantrennya sebagai lembaga pendidikan dan pembinaan umat membuat pemerintah Jepang merasa tidak bebas jika membiarkan pesantren ini tetap berjalan. Maka, setelah peristiwa pemberontakan tersebut, pesantren ini ditutup oleh Jepang dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun.
Kepala Erevele Belanda Ancol, Jakarta memberi kabar bahwa Kyai Haji Zaenal Mustafa telah dieksekusi pada 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol, Jakarta. Melalui penelusuran salah seorang santrinya, Kolonel Syarif Hidayat, pada tahun 1973 keberadaan makamnya itu ditemukan di daerah Ancol, Jakarta Utara, bersama makam-makam para santrinya yang berada di antara makam-makam tentara Belanda. Lalu, pada 25 Agustus 1973, semua makam itu dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya.
Pada tanggal 6 Nopember 1972, KH. Zaenal Mustofa diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
b. Fakta
Fakta yang terdapat pada biografi Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa meliputi peristiwa nyata tentang kehidupan beliau. Fakta peristiwa yang terdapat pada biografi ini meliputi lokasi, peristiwa yang terjadi, para pelaku sejarah dan tahun terjadinya peristiwa tersebut. Kesemua unsur tersebut terdapat dalam buku biografi ini yang breupa sebuah kronologi, yaitu dimulai dari berbagai peristiwa Kyai Haji Zainal Mustafa ketika dilahirkan hingga meninggal. Seperti pada kutipan dibawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa dilahirkan pada tahun 1907 (hal: 13).
Tempat kelahiran Kyai Haji Zainal Mustafa adalah kampung Bageur di desa Cimerah (hal: 14).

Pada tanggal 25 Agustus 1973 jam 08.00 diadakan upacara pemberangkatan jenazah. Jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa dimakamkan kembali di Taman Pahlawan Sukamanah dengan upacara kenegaraan (hal: 51).

c. Konsep
Dalam biografi Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa ini diceritakan hal-hal yang dilakukan oleh Kyai Haji Zainal Mustafa dari masa kanak-kanak, kemudian masa pendidikan dan masa perjuangan beliau dalam menentang dan melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Biografi ini terdiri dari 5 BAB, yaitu Bab I tentang Kyai Haji Zainal Mustafa, Bab II berisi Asal-usul dan Cita-citanya, Bab III Menentang Penjajahan Belanda, Bab IV Melawan Penjajahan Jepang, dan Bab V Penutup.
Kyai Haji Zainal Mustafa dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, seperti pada kutipan di bawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa sudah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 Nopember 1972 No. 064/ TK/ Th. 1972 (hal: 47).

Kyai Haji Zainal Mustafa memiliki sifat yang tanggung jawab, ulet, berhati tabah, tegas dan berani membela keberanian. Seperti pada kutipan dibawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa seorang pemimpin perlawanan yang penuh dengan tanggung jawab. Ia sempat menginstruksikan agar para pengikutnya menjawab dengan tepat pertanyaan-pertanyaan pemeriksa (hal: 45).

Kyai Haji Zainal Mustafa seorang ulama pejuang yang ulet, berhati tabah, tegas dan berani membela kebenaran. Secara konsekuen ia menjalankan politik non koperator. Ia menolak kerja sama dengan kaum penjajah Belanda. Demikian pula ia menolak bekerja sama dengan Jepang (hal: 47).

d. Tone
Tone dijelaskan secara langsung oleh pengarang dalam membuat biografi tentang Kyai Haji Zainal Mustafa. Tone dalam biografi ini berupa tanggapan penulis terhadap Kyai Haji Zainal Mustafa yang ingin disampaikan kepada pembaca untuk meneladani sifat kepahlawanan, berani melawan kejahatan untuk membela bangsa, dan memerangi kebodohan yang menimpa rakyat. Seperti pada kutipan dibawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa terjun ke medan kemerdekaan. Ia mendirikan pesantren di desa. Ia berusaha memajukan dan menyadarkan rakyat di pedesaan. Rakyat di pedesaan masih diliputi kabut kebodohan dan kekolotan.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda-pemudi patriot Indonesia mengucapkan sebuah ikrar. Ikrar itu terkenal dengan nama “Sumpah Pemuda” (hal: 17).
Kyai Haji Zainal Mustafa bertekad untuk menyadarkan kaum muslimin Indonesia dari kebodohannya. Ia bertekad untuk melepaskan kaum muslimin Indonesia dari belenggu kekolotannya (hal: 19).


• Jenis biografi Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa ini merupakan jenis biografi fiksional, dimana didalam biografi ini dipaparkan semua fakta berdasarkan penelitian namun didalamnya penulis memasukkan unsur fiksi kedalamnya. Penulis menggunakan gaya bercerita yang sangat dekat dengan dunia anak.
Biografi ini merupakan biografi yang sederhan dan bergambar. Dikatakan sederhana karena biografi ini sangat ringkas hanya terdapat 51 halaman. Tentu saja untuk menceritakan perjalanan pahlawan nasional Kyai Haji Zainal Mustafa belum cukup. Kemudian dikatakan bergambar karena dalam biografi ini penulis menyertakan gambar-gambar untuk mendukung teks verbal. Misalkan, terdapat gambar penyerahan jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa dari Gubernur DKI Jakarta kepada Gubernur Jawa Barat pada halaman 12, pada halaman 18 terdapat gambar Gubernur Jawa Barat sedang menandatangani penyerahan Jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa, terdapat gambar iringan jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa pada halaman 44, serta pada halaman 50 terdapat gambar ketika jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa menuju liang lahat. Biografi yang disertakan gambar-gambar sangat memperkuat bahwa biografi tersebut memang cocok untuk dibaca oleh anak.








8. Sinopsis
a. Sinopsis I
Judul Novel : Hafalan Shalat Delisa
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Halaman : 270 halaman
Tahun Terbit : 2005
Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abinya bernama Usman dan uminya bernama Salamah.
Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya.
Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf.
Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat terkejut.
• Komentar
Dalam novel yang berjudul Hafalan Sholat Delisa ini terdapat nilai keikhlasan, dimana seorang anak berusia enam tahun yang memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi penderitaan, tentang arti memahami makna atau hikmah yang tersembunyi di balik kejadian, tentang arti penerimaan terhadap segala musibah. Novel ini disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan alur yang juga mudah untuk diikuti. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca untuk selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan.
b. Sinopsis II
Judul Cerita : 200 Meter Per Jam
Penulis : Triani Retno A
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 18-19
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Suatu hari Naya sedang asyik menonton televisi. Tiba-tiba ibunya memanggil Naya. Ibu menyuruh Naya membeli telur di warung Bu Hesti. Warung Bu Hesti terletak tak jauh dari rumah Naya. Jaraknya hanya sekitar 100 meter. Meskipun tak terlalu besar, warung itu cukup lengkap. Ketika melewati rumah Rini, Naya berhenti. Di teras rumah, ada Rini, Tika, dan Lulu yang sedang asyik bermain boneka. Naya segera bergabung dengan teman-temannya. Naya lupa kalau dia harus ke warung Bu Hesti untuk membeli telur. Ketika sedang asyik bermain boneka tiba-tiba Naya teringat kalau dia harus ke warung. Kemudian Naya berlari pergi ke warung Bu Hesti. Setelah selesei membeli telur, Naya beranjak pulang. Sampai di depan rumah Rini, sudah tidak tampak teman-temannya yang sedang bermain boneka tadi. Akan tetapi, Naya melihat ada kerumunan di pinggir jalan. Naya bergegas menghampiri kerumunan itu. Tepat ketika Naya tiba, kendang mulai ditabuh. Ternyata ada pertunjukkan topeng monyet. Naya melihat pertunjukkan itu dan tentu saja dia lupa kalau telur yang ia beli sudah ditunggu ibunya di rumah. Ketika hendak bertepuk tangan, Naya tertegun melihat ada kantong plastik digenggamannya. Naya cepat-cepat keluar dari kerumunan penonton dan berlari ke rumahnya. Sampai di rumah, Naya meletakkan telur itu di meja dapur. Naya sudah pergi selama satu jam. Ibu tidak mengatakan apa-apa. Setelah beberapa jam kemudian, Naya merasa lapar. Dia beranjak ke meja makan, akan tetapi tidak ada makanan disana. Naya menghampiri ibunya dan bertanya kenapa tidak ada makanan di meja makan. Ternyata ibunya belum masak. Awalnya ibu ingin memasak telur asam manis. Tapi, karena Naya lama membeli telur akhirnya ibunya tidak jadi masak telur asam manis. Naya merasa bersalah karena sudah membuat ibu menunggu telur yang dibeli Naya di warung Bu Hesti yang jaraknya hanya 100 meter dari rumah. Akan tetapi karena Naya mampir di rumah Rini dan melihan pertunjukkan topeng monyet, jadi jarak yg hanya 100 meter menjadi 200 meter dari rumah Naya. Naya meminta maaf pada ibu dan berjanji tidak akan mengulanginya.
• Komentar
Cerpen yang berjudul 200 Meter Per Jam ini bercerita tentang kejadian yang sering terjadi pada kehidupan anak-anak. Anak-anak sering kali mampir entah bermain atau yang lainnya ketika ibunya menyuruh si anak ke warung. Sampai ibunya menunggu sambil khawatir di rumah. Hal tersebut tidak jarang terjadi di kehidupan nyata. Melalui cerpen ini pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca untuk menjalankan perintah orang tua dengan sebaik mungkin.
c. Sinopsis III
Judul Cerita : Siapa Nyontek Siapa?
Penulis : Widya Suwarna
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 24-25
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Siang hari wajah Pak Awang tidak ceria seperti biasanya. Pak Awang adalah guru bahasa Indonesia dan guru kesayangan anak-anak kelas VA. Ketika Pak Awang masuk kelas, pak Awang bercerita bahwa ada dua anak yang mengumpulkan tugas membuat karangan bebas yang hampir sama.
Suasana dalam kelas gaduh seketika. Pak Awang menenangkan anak-anak itu. Lalu Pak Awang menceritakan isi kedua karangan itu. Anak-anak mendengarkan cerita dengan tenang. Setelah beberapa menit, Pak Awang selesei menceritakan kedua karangan itu. Pak Awang tidak memberitahu kepada anak-anak siapa yang sebenarnya menyontek. Karangan milik A atau karangan milik B. Meskipun sebenarnya Pak Awang sudah mengetahui siapa yang menyontek. Di akhir cerita Pak Awang memberikan nasehat kepada anak-anak untuk tidak menyontek dan rajin membaca buku pengetahuan.
• Komentar
Cerpen yang berjudul Siapa Nyontek Siapa? ini disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan alur yang juga mudah untuk diikuti. Pengarang menyampaikan sebuah cerita yang sederhana tetapi mengandung nilai moral yang patut untuk diajarkan pada anak-anak. Bahwasanya secara tidak langsung pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca agar tidak berbuat curang dalam segala hal, misalnya menyontek pekerjaan milik teman seperti pada cerita tersebut.
d. Sinopsis IV
Judul Cerita : Si Pelempar Misterius
Penulis : Widya Suwarna
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 32-33
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Hari sudah sore ketika Ari keluar dari rumah Iwan, temannya. Ari bersama Iwan dan Niko baru saja selesai membuat kliping tentang lingkungan hidup. Ketika memasuki kompleks tempat tinggalnya, Ari melihat Oma dan Opa Martin sedang jalan-jalan. Oma punya banyak tanaman hias dan tanaman obat di halaman rumahnya. Lalu, ada Bu Sarmi yang berjalan sambil menggendong keranjang. Bu sarmi membawa karton-karton, botol-botol, gelas bekas air mineral, dan ranting melati dengan daunnya.
Sebulan sekali Bu Sarmi datang ke rumah Ari. Mama memberinya koran bekas dan 30 butir obat diabetes karena ia sakit diabetes. Setiba di rumah, Ari melihat Mama di halaman. Mama sedang menggali tanah dengan sekop kecil. Di dekatnya ada pohon pandan lengkap dengan akarnya. Mama bercerita pada Ari bahwa pohon pandan itu ditemukannya di halaman. Menurut Mama pohon pandan itu dilemparkan dari luar rumah. Ari penasaran siapa yang memberikan hadiah pohon pandan itu dengan melemparkannya ke halaman. Ari berpikir bahwa orang yang melempar pohon itu pasti mengenal Mama dan Ari berprasangka bahwa yang melempar pohon itu adalah Bu Sarmi. Ternyata dugaan Ari benar. Mama menghampiri Ari dan menceritakan kedatangan Bu Sarmi yang ingin minta maaf karena tidak memberikan pohon pandan itu secara langsung pada Mama karena takut mengganggu Mama.
• Komentar
Cerpen ini bertemakan tentang “maksud yang baik, tetapi caranya kurang baik.” Seperti terlihat pada sinopsis cerita di atas yang menceritakan Bu Sarmi yang memberikan pohon pandan pada Mama tapi tidak memberikannya secara langsung melainkan dengan cara melemparkannya dari luar rumah. Dalam cerita ini pengarang ingin menyampaikan moral kepada pembaca bahwasanya jika ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, berikanlah sesuatu itu dengan sopan dan cara yang baik.

e. Sinopsis V
Judul Cerita : Gitu, Ya...
Penulis : Yohanes Pemandi Ronny
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 35
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Suatu hari Tika menghampiri kakanya yang baru saja pulang sekolah. Tika bercerita bahwa dia tadi di sekolah dia mengikuti lomba menggambar. Tika bercerita banyak kepada Tino, akan tetapi Tino tidak menghiraukan cerita adiknya. Tanpa mempedulikan adiknya, Tino bergegas masuk kamar. Tika yang merasa belum puas bercerita pada Tino, menunggu di depan kamar. Tika memang senang bercerita. Sejak pertama masuk sekolah, pengalaman apapun diceritakannya.
Seluruh keluarga senang mendengarnya kecuali Tino. Ia paling males mendengar cerita adiknya. Menurutnya, cerita adiknya sangat remeh. Tika melanjutkan ceritanya saat Tino keluar dari kamar. Diikutinya Tino yang menuju ruang makan. Tino membentak Tika untuk mengehentikan ceritanya dan menyuruh Tika bercerita pada Bi Yem. Mbak Tina yang ada di ruang makan mengamati kejadian itu sambil menggeleng-geleng kepala. Mbak Tina menghampiri Tino, kemudian duduk didepannya. Giliran Tino yang bercerita kepada Mbak Tina. Tino bercerita bahwa nilai matematikanya sudah dibagikan dan mendapatkan nilai 9. Akan tetapi Mbak Tina tidak menghiraukannya. Tino protes pada Mbak Tina karena tidak menghiraukan ceritanya. Mbak Tina memandang wajah Tini sambil berkata bahwa Mbak Tina hanya meniru Tino. Tino cuek pada Tika, Mbak Tina juga bisa cuek pada Tini, ujar Mbak Tina. Tino malu pada dirinya sendiri. Tino berjanji pada Mbak Tina tidak akan cuek lagi.
• Komentar
Cerpen yang berjudul Gitu, Ya... ini mengajarkan pada kita bahwa apabila ingin dihormati maka kita harus bisa menghormati orang lain. Tino tidak pernah menghiraukan cerita adiknya, Tika. Kemudian Tino mendapatkan akibatnya yaitu ketika Tino bercerita, Mbak Tina tidak menghiraukannya. Itulah akibat dari tidak menghormati orang lain, maka orang lain juga tidak akan menghormati kita.
f. Sinopsis VI
Judul Cerita : Bunga Anggrek Diana
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 26-32
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006
Pagi yang cerah. Dia belum juga berangkat ke sekolah. Dia masih duduk di beranda. Diana sedang menunggu ibunya pulang dari pasar karena Diana ingin pamit kepada ibunya sebelum berangkat sekolah. Tak lama kemudian Ibu Diana nampak dari kejauhan. Ibu Diana adalah pedagang kue keliling di perkampungan kumuh di pinggir kota, sedangkan Ayah Diana bekerja sebagai buruh pabrik. Waktu itu Ibu Diana pulang dengan membawa kantong plastik hitam yang berisi bunga anggrek yang sudah layu. Ibunya menemukan bungkusan plastik itu di tempat pembuangan sampah dekat rumah Bu Marni. Diana nampak gembira melihat bunga anggrek yang dibawa ibu. Meskipun hampir semua layu, tapi masih ada yang bisa diselamatkan.
Pulang sekolah, setelah makan siang Diana langsung membenahi anggrek-anggrek itu. Diana merawat anggrek itu dengan baik. Setiap pagi Diana menyirami tanaman anggrek itu. Tak terasa anggre-anggrek itu bertambah banyak dan beragam warnanya.
Suatu hari Bu Marni datang ke rumah Diana dan berniat ingin membeli empat tanaman anggrek yang berbeda warnanya. Ibu Diana menceritakan asal-usul anggrek yang ingin dibeli Bu Marni. Anggrek yang ada di pekarangannya itu sebenarnya milik Bu Marni, karena saya menemukannya di pembuangan sampah dekat rumah Ibu Marni, jadi Bu Marni tidak usah membelinya, ujar Ibu Diana. Anggrek tersebut bisa menjadi beraneka ragam warnanya karena setiap hari Diana merawatnya dengan baik.
• Komentar
Cerpen yang berjudul Bunga Anggrek Diana bertema tentang “kejujuran dan ketekunan”. Kejujuran terlihat pada cuplikan cerita ketika Ibu Diana berkata jujur tentang asal usul anggrek yang ada di pekarangannya. Ketekunan terlihat pada sosok Diana yang setiap hari merawat anggrek-anggrek dengan baik sehingga menjadi anggrek yang bermacam-macam warnanya. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa apabila kita menekuni sesuatu dengan sungguh-sungguh, maka akan mendatangkan hasil yang bagus.
g. Sinopsis VII
Judul Cerita : Selendang Tari
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 92-97
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006
Hampir pukul empat sore. Tari sudah mandi dan siap berangkat latihan menari. Ia sedang mempersiapkan beberapa benda yang akan dibawa. Hanya lima belas menit perjalanan, Tari sudah sampai di sekolahnya. Tak lama kemudian, serombongan anak-anak yang lain mulai berdatangan, disusul Ibu Guru yang akan melatih anak-anak menari. Bu Ratih nama guru itu. Bu Ratih langsung memberi aba-aba agar semua anak menuju aula sekolah. Lalu Ibu Guru menjelaskan kepada semua anak-anak bahwa lima hari lagi mereka harus pentas pada acara perpisahan murid-murid kelas enam di sekolah itu.
Tari terpilih menjadi salah satu penari yang akan mengisi acara perpisahan itu. Suatu hari setelah latihan menari, Tari buru-buru pulang tanpa memeriksa kembali isi dalam tasnya. Keesokan harinya Tari sudah siap berangkat ke sekolah dan siap untuk pentas di panggung dalam acara perpisahan itu. Tapi Tari panik saat membuka tasnya. Selendang yang dipinjamkan Bu Ratih tidak ada di tasnya. Ibu berhasil menenangkan Tari. Ibu mengajak Tari untuk meminjam selendang lagi di sekolah. Sesampainya di sekolah, Mang Parmin, penjaga sekolah mencegat langkah ibu dan Tari. Mang Parmin memberikan sehelai selendang Tari yang tertinggal kemaren sore di aula sekolah. Tari pun berteriak girang dan mengucapkan terima kasih kepada Mang Parmin. Ibu asik sekali menyaksikan Tarian Tari dan teman-temannya diatas panggung.
• Komentar
Cerita ini memberikan pelajaran berharga kepada pembaca bahwa melakukan suatu pekerjaan dengan terburu-buru pasti akan merugikan diri sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan sesuatu dengan tenang, tidak terburu-buru supaya tidak merugikan diri sendiri.

h. Sinopsis VIII
Judul Cerita : Hadiah untuk Mak Salamah
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 42-49
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006

Hari hampir petang. Wandi belum juga pulang ke rumah. Sepulang sekolah Wandi pergi ke semak belukar di pinggr desa. Dia bermain ketapel untuk memburu burung. Akan tetapi selalu gagal. Suatu ketika Wandi melihat burung bertengger di dahan pohon. Wandi mengambil posisi, lalu menyiapkan kepalanya untuk membidik burung itu. Wandi tidak memperhatikan ada seorang nenek sedang mengumpulkan kayu bakar dekat pohon itu. Peluru itu membentur batang pohon kemudian mantul mengenai nenek yang berada dekat pohon. Wandi segera bersembunyi di belakang pohon, dia takut kalau nenek itu memarahinya. Nenek itu bernama Mak Salamah.
Wandi gelisah. Sosok Mak Salamah yang kesakitan karena terkena batu sore tadi selalu terbayang di pelupuk matanya. Wandi merasa bersalah. Keesokan harinya Wandi mendatangi rumah nenek Salamah. Ia minta maaf kepada Mak Salamah tentang kejadian kemaren sore di semak belukar. Mak Salamah memaafkan Wandi. Wandi senang, ia memberikan bungkusan berisi kain untuk Mak Salamah sebagai tanda permintaan maafnya.

• Komentar
Cerpen ini memiliki alur yang mudah diikuti. Cerita ini memberikan pelajaran kepada pembaca untuk segera minta maaf apabila melakukan kesalahan kepada oang lain. Apabila tidak segera minta maaf, perasaan brsalah itu akan selalu menghantui kita setiap saat. Oleh karena itu, jadilah orang yang pemberani untuk mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Jangan menjadi pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan yang sudah diperbuat karena perasaan bersalah itu akan terus menghantui kita setiap saat.


i. Sinopsis IX
Judul Cerita : Obet yang Pemalu
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 66-72
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006
Hari itu Obet pergi bersama Mama ke sebuah toko buku untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah. Setelah Mama selesai membayar buku-buku pelajaran yang dibutuhkan Obet, seorang pelayan di toko buku itu memberikan sehelai kertas yang berisikan berita pengumuman tentang lomba membaca cerita anak. Lomba itu akan dilaksanakan minggu depan di toko buku itu. Mama menawarkan Obet untuk mengikuti lomba membaca cerita anak tersebut. Obet hanya diam. Obet adalah anak yang pendiam dan pemalu. Sebenarnya Obet ingin sekali mengikuti lomba itu. Namun, dia tidak percaya diri.
Obet bertanya pada Mama, bagaimana agar bisa percaya diri. Mama menjelaskan dan memberikan pesan-pesan agar tidak malu dalam lomba membaca cerita anak. Sampai akhirnya Obet memiliki kemauan untuk mengikuti lomba tersebut.
Hari minggu pun tiba. Obet bersama Mama dan Papa berangkat ke toko buku untuk melihat penampilan Obet. Obet sangat lancar dalam membaca. Dia berpenampilan cukup sempurna. Setelah lomba selesai, panitia lomba memberitahu bahwa pemenang akan diumumkan satu jam lagi. Tak terasa pengumuman pemenang pun diumumkan. Obet yang semula tak yakin akan mendapat juara, kaget begitu nama dan nomor urutnya dipanggil oleh panitia lomba. Obet menjadi juara pertama lomba membaca cerita anak itu. Obet tersenyum menerima hadiah dan penghargaan yang diberikan oleh panitia lomba.
• Komentar
Dalam cerita yang berjudul Obet yang Pemalu, pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca untuk memiliki sifat percaya diri. Percaya diri akan timbul dengan sendirinya apabila kita menguasai sesuatu dengan baik. Jangan malu untuk melakukan sesuatu dan jangan menyerah sebelum mencoba.
j. Sinopsis X
Judul Novel : Mengapa Harus Malu? (Novel Anak Islami)
Penulis : Muktiar Selawati
Halaman : 81 halaman
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2007

Alim, Reno dan Chandra adalah tiga sahabat yang akrab. Mereka mengalami masalah masing-masing. Mereka malu dengan keadaan mereka masing-masing.
Alim adalah anak yang kehidupannya kurang mampu. Suatu hari Alim minta dibelikan sepeda oleh orang tuanya. Alim iri dengan Reno dan Chandra yang pergi sekolah dengan bersepeda. Ayahnya bekerja sebagai tukang becak mini di alun-alun. Ibunya penjual kue keliling. Sepulang sekolah Chandra dan Reno mengajak Alim ke alun-alun, tapi Alim menolaknya. Dia takut Chandra dan Alim mengetahui kalau bapaknya adalah tukang becak mini di alun-alun. Alim malu pada Chandra dan Alim. Di alun-alun Chandra melihat Alim dan ibunya sedang berjualan kue, kemudian memberitahu Alim kalau tadi mereka bertemu dengan ayahnya. Chandra dan Reno tahu kalau Alim malu jika mereka tahu ayanhnya hanya tukang becak. Tapi, Chandra dan Reno tetap mau berteman dengan Alim meskipun Alim orang yang tidak mampu, tidak seperti Reno dan Chandra.
Reno adalah murid baru di sekolahannya. Reno berambut keriting. Di sekolah, teman-temannya kecuali Chandra sering memanggilnya dengan sebutan kribo. Reno tidak suka sipanggil kribo. Sepulang sekolah Reno bercerita pada ibunya. Kemudian ibunya memberitahu Reno supaya cuek jika teman-temannya meledek. Esok harinya ketika teman-teman Reno meledeknya, Reno cuek saja terus berjalan. Teman-temannya bingung, kenapa Reno tidak marah. Akhirnya teman-temannya tidak meledek Reno lagi karena kesal pada Reno yang cuek saja dipanggil dengan sebutan kribo.
Ujian kenaikan kelas sudah selesai beberapa hari yang lau. Hari ini adalah pengambilan rapor. Teman-teman Chandra datang bersama ibunya ketika pengambilan rapor. Akan tetapi, rapor Chandra akan diambil bersama Eyang karena ibunya mengambilkan rapor kakaknya. Chandra marah, Dia tidak mau mengambil rapor bersama Eyang. Chandra malu karena Eyang sudah tua dan selalu memakai baju itu-itu saja. Chandra menilai Eyang sebagai orang yang tidak trendi. Sampai di sekolah, Chandra iri melihat teman-temannya yang mengambil rapor bersama ibunya. Kemudian teman-temannya menyapa Chandra dan bersalaman pada Eyang. Teman-temannya senang bertemu dengan Eyang karena Eyang suka bercerita kepada anak-anak. Teman-teman Chandra mendengarkan cerita Eyang dengan hati senang. Lalu, Chandra sadar bahwa Eyang sangat menyayangi Chandra. Dia menyesal sudah kesal pada Eyang.
• Komentar
Novel yang berjudul Mengapa Harus Malu? Ini bertema tentang “bagaimana mensyukuri segala sesuatu yang kita punya”. Apapun yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan. Oleh karenanya kita harus pandai dalam mensyukuri apa yang sudah diberikan pada kita. Setiap manusia punya kelebihan dan kekukarangan masing-masing. Pada novel ini, tokoh Alim, Reno dan Chandra merasa malu dengan keadaan mereka masing-masing. Akan tetapi pada akhirnya mereka bisa mengatasi rasa malu mereka.

D. KESIMPULAN
Sastra anak mengandung nilai keindahan dan pesan tentang nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Sastra anak juga mampu mendukung dalam pembentukan karakter anak. Melalui karya sastra, nilai-nilai moral tidak disampaikan secara langsung. Akan tetapi disampaikan melalui tokoh dalam cerita dan metafora-metafora.
Kepribadian seorang anak dibentuk dan terbentuk lewat lingkungan baik secara sadar maupun tidak sadar. Sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak.
Kajian karya sastra anak dapat digunakan sebagai parameter apakah karya tersebut sudah layak ataukah belum untuk dikonsumsi anak. Dengan demikian kita sebagai orang dewasa bisa mengetahui dan memberikan bacaan yang sesuai untuk disuguhkan kepada anak jangan sampai ideologi orang dewasa yang ada dalam karya sastra anak tersebut. Jadi, buku bacaan yang dipilih harus sesuai kriteria bacaan anak.


DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sayuti, A, Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
________________.2002. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.
Wahidin. 2009. Hakikat Sastra Anak. http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/03/18/hakikat-sastra-anak/ (diunduh 30 Desember 2010).

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: pustaka.

ANALISIS STRUKTURAL KARYA SASTRA ANAK (NOVEL, INFORMASI, PUISI, SASTRA LAMA, BIOGRAFI DAN SINOPSIS)

A. PENDAHULUAN
Sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Artinya, baik cara pengungkapan maupun bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut gagasan, adaalah khas sastra, khas dalam pengertian lain daripada yang lain. Artinya, pengungkapan dalam bahasa sastra berbeda dengan cara-cara pengungkapan bahasa selain sastra, yaitu cara-cara pengungkapan yang telah menjadi biasa, lazim, atau yang itu-itu saja. Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan keindahan. Bahasa sastra lebih bernuansa keindahan daripada kepraktisan. Karakteristik tersebut juga berlaku dalam sastra anak (Nurgiyantoro, 2005: 3).
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya (Wahidin, 2009).
Anak ibarat kertas putih yang siap dilukisi apa saja oleh orang tuanya, ingin seperti apa anak itu di masa depan sangatlah tergantung bagaimana orang tua mendidiknya. Anggapan seperti itu membuat sastra anak semakin dihargai. Karya sastra inilah yang menjadi sarana orang tua untuk memberikan nilai-nilai moral, memberikan pendidikan, memberikan informasi kepada anak melalui cerita anak, bacaan informasi, puisi dan karya sasta anak lainnya.
Analisis struktural karya sastra anak tidak jauh beda dengan karya sastra dewasa. Keduanya sama-sama mengkaji struktur instrinsik karya sastra. Akan tetapi keduanya memiliki tingkat dan kedalaman atau keseriusan yang berbeda dalam pengkajiannya.



B. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Sastra Anak
Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya (Wahidin, 2009).
2. Jenis-jenis Sastra Anak
Secara garis besar Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi dan nonfiksi (bacaan informasi dan biografi) dengan masing-masing mempunyai beberapa jenis lagi. Genre drama sengaja tidak dimasukkan karena menurutnya, drama baru lengkap setelah dipertunjukkan dan ditonton, dan bukan semata-mata urusan bahasa-sastra (Nurgiyantoro, 2005: 15).
Sebuah teks sastra adalah sebuah kesatuan dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu dibedakan ke dalam unsur intrisik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksisitensi cerita yang bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh dan penokohan alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut pandang dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks fiksi yang bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap bangun cerita yang dikisahkan, langsung atau tidak langsung. Hal-hal yang dapat dikategorikan ke dalam bagian ini misalnya jatidiri pengarang yang mempunyai ideologi, pandangan hidup dan way of life bangsanya, kondisi kehidupan sosial-budaya masyarakat yang dijadikan latar cerita, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2005: 221).


Unsur-unsur instrinsik cerita fiksi anak adalah sebagai berikut:
a. Tokoh
Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Dalam cerita fiksi anak, tokoh tidak harus berwujud manusia, seperti anak-anak atau orang dewasa lengkap dengan nama atau karakternya, melainkan juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia (Nurgiyantoro, 2005: 222).
b. Alur Cerita
Alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Selain itu, alur juga mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil dalam urutan yang enak, menarik, tetapi juga kelogisan dan kelancaran ceritanya (Nurgiyantoro, 2005: 237).
c. Latar
Latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Peristiwa dan kisah dalam cerita fiksi tidak dapt terjadi begitu saja tanpa kejelasan landas tumpu. Apalagi untuk cerita fiksi anak yang dalam banyak hal memerlukan rincian konkret yang lebih menjelaskan “apa” dan “bagaimana”-nya berbagai peristiwa yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2005: 249).
Latar terdiri dari tiga unsur, yaitu tempat, waktu, dan lingkungan sosial budaya. Kehadiran ketiga unsur tersebut saling mengait, saling memperngaruhi, dan tidak sendiri-sendiri walau secara teoritis memang dapat dipisahkan dan diidentifikasikan secara terpisah (Nurgiyantoro, 2005: 250).
d. Tema
Secara sederhana tema dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita (Lukens, 2003: 129), mengikat berbagai unsur intrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis. Tema merupakan dasar pengembangan sebuah cerita. Tema sebuah cerita fiksi merupakan gagasan utama dan atau makna utama cerita. Tema lazimnya berkaitan dengan berbagai permasalahan kehidupan manusia karena sastra berbicara tentang berbagai aspek masalah kemanusiaan: hubungna manusia dengan Tuhannya, manusia dengan diri sendiri, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungan alam (Nurgiyantoro, 2005: 260).
e. Moral
Moral, amanat atau messages dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik. Moral berurusan dengan masalah baik dan buruk, namun istilah moral itu selalu dikontasikan dengan hal-hal yang baik.Kehadiran moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai saran terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat praktis, tetapi bukan resep atau petunjuk bertingkah laku (Nurgiyantoro, 2005: 265).
f. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam istilah bahasa Indonesia atau dalam istilah bahasa Inggris point of view, view point, merupakan salah satu sarana. sastra (literary device) (Stanton via Pradopo, 2003: 75). Walau demikian hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting. Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi afektif pembaca terhadap sebuah karya fiksi pun dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang (Nurgiyantoro, 2007: 246).
g. Stile dan Nada
Stile berkaitan dengan masalah pilihan berbagai aspek kebahasaan yang dipergunakan dalam sebuah teks kesastraan, nada adalah sesuatu yang terbangkitkan oleh pemilihan berbagai bentuk komponen stile tersebut. Jadi, nada pad hakikatnya merupakan sesuatu yang terbentuk, terbangkitkan atau sebagai konsekuensi terhadap pilihan stile (Nurgiyantoro, 2005: 273).
Gaya merupakan cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang (Sayuti, 2000: 173).
Puisi adalah genre sastra yang amat memperhatikan pemilihan aspek kebahasaan sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa bahasa puisi adalah bahasa yang “tersaring” penggunaannya. Artinya, pemilihan bahasa itu, terutama aspek diksi, telah melewati sekesi ketat, dipertimbangkan dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk, makna yang kesemuanya harus memenuhi persyaratan untuk memperoleh efek keindahan (Nurgiyantoro, 2005: 312).
Di dalam puisi anak, intensitas dalam pendayaan unsur rima dan irama masih dominan. Hal itu seacar jelas terlihat pada puisi-puisi lagu dan tembang-tembang dolanan yang terlihat mengeksploitasi kedua aspek itu untuk memperoleh efek keindahan puisi. Keindahan bunyi puisi itu memberikan kesenangan, kepuasan, dan kebahagiaan tersendiri bagi anak. Itulah salah satu fungsi puisi bagi anak dan kita: memberikan kesenangan dan kepuasan batin (Nurgiyantoro, 2005: 314).
Unsur bentuk atau unsur pembangun puisi atau yang biasa disebut dengan unsur intrinsik puisi antara lain, bunyi, kata, sarana retorika, dan tema. Puisi dibagi menjadi dua yaitu puisi naratif dan puisi lirik.
Bacaan nonfiksi akan memberikan kita kesenangan dan kepuasan, yaitu yang berwujud pemerolehan fakta dan atau informasi konseptual, yang dibutuhkan. Lukens (2003: 34) mengelompokkan bacaan nonfiksi anak ke dalam dua kategori saja, yaitu buku informasi (informational books) dan biografi (biography).
Berbagai buku bacaan yang berisi berbagai hal, peristiwa, atau apa saja yang menghadirkan informasi dan fakta-fakta secara mudah dikelompokkan ke dalam buku informasi. Di pihak lain, buku bacaan yang berangkat dari dan atau berdasarkan kisah hidup seseorang – juga merupakan suatu bentuk fakta – dikelompokkan ke dalam biografi (Nurgiyantoro, 2005: 237).
Macam-macam buku informasi bisa berupa buku informasi tentang binatang, olahraga, dan kehidupan sosial. Buku informasi binatang berkisah tentang binatang sebagai objek faktual dan apa adanya. Buku informasi olahraga adalah karangan yang berkaitan dengan suatu jenis olahraga. Buku informasi mengenai kehidupan sosial ini berisi tentang topik kehidupan sosial sebagai salah satu jenis bacaan informasional antara lain mencakup kekeluargaan, hubungan dengan tetangga dll. Macam-macam buku informasi diatas semata-mata memberi pengetahuan kepada anak tentang sesuatu yang belum dikenal maupun yang sudah dikenal oleh anak.


C. HASIL KAJIAN
1. Cerita Fiksi Anak (Novel Anak Islami)
Judul Novel : Cita-cita Si Nok
Penulis : Tun Karima
Halaman : 95 halaman
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006

a. Sinopsis
Nok, demikian nenek memanggilnya. Nama aslinya adalah Suwarni. Seorang gadis kecil yang tumbuh di desa. Hidup bersama neneknya dan tidah pernah tau bagaimana rupa orangtuanya. Ayah Nok meninggal dunia ketika Nok masih di dalam kandungan ibunya. Ibunya pergi meninggalkan Nok sejak kecil ke Jakarta mencari kerja. Dengan berbekal saling menyayangi, Nok dan neneknya menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Kesulitan menanggung biaya hidup dan sekolah dipikul bersama. Cita-cita Nok sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Prestasi Nok di Sekolah Dasar cukup membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Nok menjadi teladan utnuk teman-temannya. Tapi ada saja teman yang iri pada Si Nok. Berbagai cara untuk memfitnah Si Nok dihadapan teman-temannya dilakukan. Sedih hati Si Nok. Apalagi nenek sudah semakin tua. Tidak lagi sekuat dulu. Sementara biaya ke sekolah lanjutan tidak sedikit. Tiba saatnya kelulusan Sekolah Dasar, Si Nok mendapat penghargaan sebagai murid terbaik di sekolahnya. Nok mendapat beasiswa yang lumayan jumlahnya untuk bisa mendaftar di SMP Kharisma. Akhirnya cita-cita Nok tercapai bisa melanjutkan sekolah di SMP Kharisma. Suatu hari saat Nok sedang membersihkan sepedanya, Nok dipanggil oleh seorang wanita yang turun dari mobil yang tidak lain adalah ibu Si Nok. Nok sangat senang, akhirnya ibunya pulang dan menemui Nok. Akhirnya, lengkap sudah kebahagiaan Nok. Nok bisa bersekolah di SMP Kharisma di kota, dan Ibunya yang selama ini tidak pernah pulang untuk menjenguk Nok akhirnya datang menemui Nok dan akan tinggal bersama Nok, nenek, dan Ayah baru Nok.

b. Tema
Tema dalam cerita anak yang berjudul Cita-cita Si Nok ini kurang lebih bertema tentang “semangat belajar dan kerja keras seorang anak”. Hal ini dapat dilihat dari isi cerita anak yang menceritakan semangat belajar Si Nok dan kerja keras membantu nenek menitipkan kue-kue ke sekolahan demi bisa melanjutkan sekolah di SMP Kharisma. Nok adalah seorang gadis kecil yang memiliki cita-cita yang sangat sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Akan tetapi neneknya hanya seorang penjual kue. Dengan semangat dan kegigihan Nok dalam belajar hingga memperoleh prestasi yang membanggakan akhirnya Nok bisa sekolah dengan uang bantuan dari sekolah.
c. Alur
Novel anak ini, beralur maju. Hal ini dapat dibuktikan dengan jalannya cerita yang mengisahkan sesuatu hal dengan penyelesaian di bagian akhir. Pada awalnya yang diceritakan adalah tentang kehidupan Nok dan neneknya di desa. Ayah Nok meninggal dunia ketika Nok masih di dalam kandungan ibunya. Ibunya pergi meninggalkan Nok sejak kecil ke Jakarta mencari kerja. Cita-cita Nok sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Prestasi Nok di Sekolah Dasar cukup membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Sampai akhirnya Nok bisa mencapai cita-citanya yaitu melanjutkan sekolah di SMP Kharisma berkat prestasinya itu.
d. Penokohan
Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal) (Wiyatmi, 2006: 31). Tokoh utama dalam novel anak ini adalah Si Nok, sementara tokoh periferal dalam novel ini adalah nenek, Lilis, Anto, Tiwi, Tino, Trinil, Bu Marno, Lik Parni, Lik Mul, Pak Harjo, Pak Warsan, Ustad Usman, Bu Dewi, Bu Giman, Bi Roji, Bu Parti(Ibu Si Nok), Pak Dato (Ayah baru Si Nok).
Dalam cerita ini, tokoh yang merupakan tokoh protagonis ialah Si Nok, nenek, Lilis, Tino, Lik Parni, Lik Mul, Pak Harjo, Pak Warsan, Ustad Usman, Bu Dewi, Bu Giman, Bi Roji, Bu Parti(Ibu Si Nok), Pak Dato (Ayah baru Si Nok) mereka merupakan tokoh utama yang membawa misi kebenaran dan nilai-nilai moral yang berseberangan dengan tokoh antagonis. Si Nok dalam novel ini memiliki prestasi yang sangat membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Nok menjadi teladan untuk teman-temannya. Sedangkan yang merupakan tokoh antagonis dalam novel ini ialah Anto dan Tiwi. Anto dan Tiwi iri pada Si Nok. Berbagai cara untuk memfitnah Si Nok dihadapan teman-temannya dilakukan. Tampak pada petikan berikut:
“ Aku geledah tas anak laki-laki! Tiwi geledah tas anak perempuan.” Anto sigap menyuruh anak laki-laki membawa tas ke depan kelas, ke dekat meja guru. Anto mengedipkan mata pada Tiwi, yang dibalas dengan kedipan juga. Entah apa artinya.” (CcSN: 58)

“Pasti sudah dipakai untuk bayar SPP!” Anto berkata.
“Ya betul, tadi ku lihat ada anak yang ke kantor bayar SPP terus ke perpustakaan. Lis tersinggung.
“Nanti dulu! Wi! Maksudmu aku sama Nok?” tanya Lis agak bernada tinggi.
“Bukan kamu Lis!” jawab Tiwi kalem tapi sinis.
“Nok maksudmu?” Lis semakin geregetan.
“Mungkin juga kan? Namanya juga butuh!” Sambung Tiwi.”(CcSN: 59)

e. Latar
Latar terdiri atas tiga unsur yaitu latar tempat, waktu dan sosial budaya.
• Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada pengertian tempat di mana cerita pada novel ini dikisahkan. Novel anak Cita-cita Si Nok ini dikisahkan di sebuah desa bernama desa Patebon. Tempat yang sering menjadi latar pengkisahan ceritanya adalah halaman dan rumah nenek, ruang kelas SDN 10 Patebon, SMP Kharisma, dan Musholla.
• Latar Waktu
Latar waktu jalannya cerita dalam cerita anak ini yakni pagi, siang, sore dan malam hari.



Pagi hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Sudah berhari-hari setiap pagi Nok selalu ada di halaman depan. Menunggu anak-anak desa Patebon berangkat sekolah (CcSN: 18).
Siang hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis: Siang hari Nok jarang bermain keluar bersama teman-teman sebanya (CcSN: 26).
Sore hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Azan ashar berkumandang. Nok mandi dan membawa mukena kecil ke mushola untuk bersama sholat ashar mengikuti nenek (CcSN: 27).
Malam hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Waktu malam hari menjelang tidur nenek mendongeng (CcSN: 35).
• Latar Sosial Budaya
Latar sosial budaya dalam cerita fiksi dapat dipahami sebagai keadaan kehidupan sosial budaya masyarakat yang diangkat ke dalam cerita itu. Cerita anak ini berlatar sosial budaya masyarakat Jawa tengah, khususnya di daerah Pemalang. Hal ini dikarenakan penulis berasal dari Pemalang. Dimana pengarang sebagai pencipta karya sastra dianggap merupakan makhluk sosial yang keberadaannya terikat oleh status sosialnya dalam masyarakat.
f. Sudut Pandang
Dalam cerita ini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari petikan percakapan maupun deskripsi yang tak menyertkan sudut ke”akuan”. Contoh penggunaan sudut pandang “orang ketiga serba tahu” terlihat dari penggalan cerita Cita-cita Si Nok berikut: Nok mandi danganti baju. Rambut ikalnya disisir terurai. Kemudian dibedaki wajahnya. Terlihat cantik dan wangi (CcSN: 35).
g. Stile dan Nada
Stile atau gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini cenderung sangat sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Bahasa yang terdapat dalam novel ini juga tidak asing didengar oleh pembaca sehingga mudah untuk memahaminya.
Nada bahasa yang digunakan bisa dibangkitkan dari kata-kata yang digunakan. Dengan kata-kata yang sederhana itulah kemudian mampu membangkitkan suspense pembaca. Novel ini bernada semangat, kerja keras, bersahabat, dan mencerminkan suasana pedesaan yang asri.
h. Moral
Moral dapat dipahami sebagai pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca baik secara eksplisit maupun secara implisit. Cerita anak tentang semangat belajar yang ditunjukkan oleh tokoh Si Nok ini mengandung moral yang disampaikan oleh pengarang secara implisit. Si Nok, gadis kecil yang memiliki rasa semangat untuk mencapai cita-citanya ingin sekolah di SMP Kharisma ini patut ditiru oleh pembaca. Si Nok selalu berusaha mengumpulkan uang untuk biaya sekolahnya dengan membantu nenek menjualkan kue-kue di sekolahan. Semangat belajar yang dimiliki Nok yang pada akhirya membawa kebahagiaan pada Nok. Ketika kelulusan Sekolah Dasar, Nok mendapatkan penghargaan sebagai murid teladan yang pada akhirnya Nok bisa sekolah dengan uang bantuan dari sekolah.

• Keterkaitan antara tokoh dengan konflik membentuk alur dan tema. Tokoh Si Nok adalah gadis kecil yang tinggal di desa bersama neneknya. Dengan berbekal saling menyayangi, Nok dan neneknya menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur. Kesulitan menanggung biaya hidup dan sekolah dipikul bersama. Cita-cita Nok sederhana, ia ingin melanjutkan sekolah ke SMP Kharisma di kota. Akan tetapi Nok dan nenek hidup pas-pasan. Kehidupan yang pas-pasan ini menjadi konflik dalam cerita anak ini. Tetapi karena semangat dan kegigihan Nok dalam belajar menjadikan prestasi Nok di Sekolah Dasar cukup membanggakan. Berbagai lomba yang diikuti untuk mewakili sekolah dimenangkannya. Keterkaitan tokoh Si Nok dengan konflik masalah kehidupannya yang pas-pasan tetapi dengan semangat dan kegigihannya dalam belajar yang pada akhirnya bisa melanjutkan sekolah di SMP Kharisma inilah yang membentuk alur dan tema. Sehingga keterkaitan antara tokoh, konflik, alur dan tema tersebut telah membentuk rangkaian peristiwa yang terjadi dalam novel anak tersebut.

2. Bacaan Non Fiksi Anak (Bacaan Informasi Majalah Bobo)
Judul Informasi : Muskox Bermantel Bulu Tebal
Ilustrasi : Odenion
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Fauna)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

a. Ringkasan
Binatang memakai mantel? Mana ada?! Ini hanya perumpamaan, kok. Muskox memiliki bulu yang panjang dan tebal. Mamalia ini bagaikan binatang bermantel bulu. Muskox hidup di daerah dingin, bahkan sampai -40 derajat Celcius. Bulu-bulu tebal dan panjang melindungi mereka dari serangan udara dingin dan terjangan salju. Bulu-bulu hangat itu tidak hanya melindungi dari mereka sendiri. Kebetulan, anak-anak muskox tidak memiliki bulu setebal muskox dewasa. Anak-anak muskox bisa mati kedinginan. Bulu-bulu hangat muskox dewasa digunakan untuk tempat berlindung anak-anak muskox dari dingin.
Muskox tidak makan daging. Mereka makan rumput, beberapa jenis lumut, dan juga kayu willow. Kuku-kuku tajam mereka bisa digunakan untuk mencabut rumput yang tertimbun salju. Binatang ini biasa hidup berkelompok sekitar 10 atau 20 ekor. Jika musuh menyerang, mereka membentuk lingkaran. Anak-anak diletakkan di tengah lingkaran. Muskox dewasa berdiri tegak di luar dan siap menghadang musuh. Musuh utama mereka adalah serigala kutub. Muskox melindungi diri dari musuh dengan tanduknya yang tajam.
Kini ada sekitar 85.000 muskox ekor muskox di Kanada. Binatang ini juga dijumpai di Greenland, Norwegia, Rusia, dan alaska.
Berat muskox dewasa adalah ± 315 kg, rata-rata berat lahir 11,46 kg, Usia maksimum ± 27 tahun dan masa kehamilan induk adalah 258 hari.
b. Analisis Informasi
Buku informasi merupakan salah satu jenis buku non fiksi. Buku bacaan informasi sengaja ditulis agar mampu memenuhi rasa keingintahuan anak yang luar biasa terhadap berbagai hal yang ada di sekelilingnya. Buku berjudul Muskox Bermantel Bulu Tebal ini termasuk ke dalam golongan bacaan informasi. Informasi dalam buku ini merupakan informasi tentang binatang. Cara pengarang menyampaikan informasi kepada pembaca dengan menggunakan teknik narasi dengan bahasa yang sederhana dan disertai dengan ilustrasi berupa gambar. Hal ini dilakukan agar informasi mengenai binatang yang tidak ditemui di Indonesia ini akan mudah diketahui oleh anak dengan adanya ilustrasi gambar muskox tersebut. Dengan cara ini, anak-anak menjadi kaya akan pengetahuan dan wawasan tentang macam-macam hewan yang tidak ditemui di Indonesia atau yang belum dikenal oleh anak. Bacaan-bacaan informasi mengenai berbagai jenis binatang amat diperlukan untuk mengenal perikehidupan binatang-binatang yang bersangkutan. Terhadap binatang-binatang yang telah dikenal, bacaan informasi akan membuat anak mengenal secara lebih baik, sedangkan terhadap binatang yang belum dikenal seperti muskox ini, anak akan dapat mengenalinya. Misalnya Dalam bacaan informasi yang berjudul Muskox Bermantel Bulu Tebal ini, anak mendapat pengetahuan tentang asal mula nama muskox. Ada cara unik mustox jantan merebut hati muskox betina. Muskox jantan mengeluarkan aroma tertentu yaitu aroma musk. Nah, darisitulah nama muskox berasal.
Adanya ilustrasi dan narasi juga tone yang dipilih oleh pengarang melalui bahasa dan kata-kata yang sederhana dalam menyampaikan pengetahuan tersebut dapat melibatkan emosi anak ke dalam bacaan. Cara yang digunakan pengarang dalam buku ini, membuat anak-anak tidak merasa digurui oleh pengarang. Fakta yang ada di dalam bacaan informasi yang ada dalam majalah bobo tentang Muskox Bermantel Bulu Tebal ini dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bacaan informasi yang berjudul Muskox Bermantel Bulu Tebal ini, anak mendapat pengetahuan tentang asal mula nama muskox. Ada cara unik mustox jantan merebut hati muskox betina. Muskox jantan mengeluarkan aroma tertentu yaitu aroma musk. Nah, darisitulah nama muskox berasal.






3. Puisi Anak
Judul Puisi I : Bintang
Penulis : Agnes Angelina Paramita
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Halamanku)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

Bintang

Oh... bintang di langit
Aku terpukau akan keindahanmu
Yang bersinar di langit bagaikan pelita hati
Oh... bintang di langit
Bersinarlah selalu
Untuk menemaniku tidur
Di tengah gelapnya malam
Oh... bintang di langit
Kau memberiku harapan
Untuk selalu berbuat kebaikan
Bagi semua orang
Agnes Angelina Paramita
Kelas 3 SD Kanisius Demangan Baru
Jl. Pringgodani, Sambisari Purwomartani, Sleman
Yogyakarta

Puisi berjudul Bintang di atas termasuk ke dalam puisi lirik. Sesuai dengan pengertiannya bahwa puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, perasaan, dan pikiran (Nurgiyantoro, 2005: 362). Unsur-unsur pembangun dari puisi di atas adalah sebagai berikut:

a. Bunyi
Puisi berjudul Bintang di atas sarat dengan bentuk anafora, dimana terdapat suatu ulangan pola bunyi di awal baris. Seperti pada petikan “Oh... bintang” pada bait pertama, kedua dan bait ketiga. Pola anaforis dalam puisi ini berfungsi menegaskan bahwa ciptaan Tuhan yang bernama bintang itu sangat indah. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca tentang kekagumannya pada bintang.


b. Kata
Kata yang digunakan pengarang untuk menyusun baris-baris puisi di atas cenderung mudah dipahami. Kata-kata yang dipakai sangat sederhana sehingga makna puisi itu pun secara keseluruhan mudah untuk dipahami pembaca. Suasana yang diungkapkan dalam puisi Bintang tersebut adalah suasana hati yang senang. Disamping itu pengarang juga mengekspresikan kekagumannya kepada Bintang.
Pada bait pertama, kedua, dan ketiga pengarang memperjelas repetisi kata “oh bintang” yang ingin menegaskan kepada pembaca bahwa pengarang memuji kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan bintang sebagai penerang dikala gelap dan sebagai ekspresi kekagumannya pada bintang.
c. Sarana Retorika
Sarana retorika di pakai di sini untuk menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih, baik yang menyangkut bentuk-bentuk ekspresi kebahasaan maupun berbagai dimensi makna yang dapat dibangkitkan. Sarana retorika yang dimaksud meliputi bentuk-bentuk pemajasan (figures of thought), citraan (imagery), dan penyiasatan struktur (figures of speech).
Pada puisi berjudul Bintang di atas, terdapat majas perumpamaan seperti terlihat pada baris ketiga //Yang bersinar dilangit bagaikan pelita hati//. Majas itu diwakilkan dengan kata “bagaikan” yang terdapat pada baris ketiga bait pertama. Citraan (imagery) yang tampak pada puisi Bintang ini adalah citraan penglihatan. Hal ini dapat dilihat pada bait ketiga baris keempat//Di tengah gelapnya malam//. Majas personifikasi juga ditemukan pada puisi Bintang ini. Seperti pada baris keenam//Untuk menemaniku tidur//, pengarang menyampaikan seolah-olah bintang seperti layaknya manusia yang bisa menemani tidur.
d. Tema
Tema pada puisi anak biasanya lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya anak-anak sering menulis puisi tentang orang tua, guru, teman sepermainan, binatang kesukaan, lingkungan alam, empati terhadap sesama yang menderita dan religiusitas. Puisi berjudul Bintang di atas berbicara tentang kecintaan dan kekaguman anak kepada benda yang diciptakan Tuhan.
4. Puisi Anak
Judul Puisi II : Ibuku
Penulis : Raisa Kamila
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Halamanku)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

Ibuku

Ibuku tersayang
Maafkan aku
Aku telah membuatmu sedih
Saat aku kecil
Engkau selalu menjagaku
Engkau selalu menghiburku
Tanpamu...
Aku merasa kesepian
Tidak ada yang menghiburku
Tidak ada yang menemaniku
Dunia terasa gelap
Jika kau tak ada
Aku akan berusaha menghiburmu

Raisa Kamila
Kelas 5 MIN Gungung Pangjlun
d/a Komp. Mawar Putih
Korong Gadang-Kuranji
Padang 25156

Puisi berjudul Ibuku di atas termasuk ke dalam puisi lirik. Sesuai dengan pengertiannya bahwa puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, perasaan, dan pikiran (Nurgiyantoro, 2005: 362). Unsur-unsur pembangun dari puisi di atas adalah sebagai berikut:
a. Bunyi
Puisi berjudul Ibuku di atas terdapat pola bunyi dengan sajak bunyi vokal /u/ pada baris kelima dan keenam //Engkau selalu menjagaku/ Engkau selalu menghiburku//. Pola seperti itu juga merupakan suatu ulangan pola bunyi di awal baris (anafora). Seperti pada baris kesembilan dan kesepuluh //Tidak ada yang menghiburku/ Tidak ada yang menemaniku//. Banyaknya bunyi vokal yang berjarak dekat (asonansi) dalam puisi ini seperti vokal /a/, /i/, /u/ berfungsi untuk melancarkan proses pembacaan sehingga irama yang ada pada puisi ini cenderung efonis.
Sesuai dengan pengertian yang sudah ada bahwa aspek bunyi dalam puisi, selain berfungsi sebagai persajakan dan pendukung arti, juga sekaligus sebagai pembangkit suasana tertentu. Dominan bunyi pada baris kelima,keenam dan kesembilan, kesepuluh itu mampu memberikan sugesti terhadap terciptanya suasana dan nada yang tegas yang diungkapkan oleh pengarang. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca tentang betapa kita sangat membutuhkan ibu.
b. Kata
Kata yang digunakan pengarang untuk menyusun baris-baris puisi di atas menciptakan suatu rangkaian bunyi yang padu. Jika dibaca akan menghasilkan bunyi-bunyi dengan rima yang sama. Hal ini menjadikan bentuk kata-kata tersebut menjadi padu dan membuat makna yang dihasilkan menjadi semakin jelas. Hal ini tampak pada bait kedua// Tanpamu/ Aku merasa kesepian/ Tidak ada yang menghiburku/ Tidak ada yang menemaniku//.
c. Sarana Retorika
Sarana retorika di pakai di sini untuk menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih, baik yang menyangkut bentuk-bentuk ekspresi kebahasaan maupun berbagai dimensi makna yang dapat dibangkitkan. Sarana retorika yang dimaksud meliputi bentuk-bentuk pemajasan (figures of thought), citraan (imagery), dan penyiasatan struktur (figures of speech).
Citraan (imagery) yang tampak pada puisi ibuku ini adalah citraan penglihatan, cintraan rabaan (peraba), Citraan kinestetik. Citraan penglihatan dapat dilihat pada baris ketiga// Aku telah membuatmu sedih//. Kemudian citraan peraba dapat dilihat pada baris kedelapan dan kesebelas //Aku merasa kesepian// dan //Dunia terasa gelap//. Citraan kinestetik terdapat pada baris kelima//Engkau selalu menjagaku//.
d. Tema
Tema pada puisi anak biasanya lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya anak-anak sering menulis puisi tentang orang tua, guru, teman sepermainan, binatang kesukaan, lingkungan alam, empati terhadap sesama yang menderita dan religiusitas. Puisi berjudul Ibuku di atas berbicara tentang kecintaan seorang anak terhadap ibunya(bertema tentang orang tua yaitu ibu).

5. Puisi Anak
Judul Puisi III : Bobo
Penulis : Retno Mutia
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Halamanku)
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah

Bobo

Bobo kelinci yang imut
Bobo kelinci yang ramah
Bobo kelinci yang penuh inspirasi dan kretaif
Bobo...
Kelinciku yang sangat lucu
Bobo yang selalu membuatku tertawa
Bobo yang menambah pengetahuanku
Terima kasih bobo kelinciku yang sangat lucu

Retno Mutia
Kelas 6 SDN Parung Panjang 03
Jl. Moh. Toho, Kp. Sukamanah
Parung panjang-Bogor

Puisi berjudul Bobo di atas termasuk ke dalam puisi lirik. Sesuai dengan pengertiannya bahwa puisi lirik adalah puisi yang menggambarkan suasana hati, jiwa, perasaan, dan pikiran (Nurgiyantoro, 2005: 362). Unsur-unsur pembangun dari puisi di atas adalah sebagai berikut:
a. Bunyi
Puisi berjudul Bobo di atas terdapat bunyi anafora, dimana ditemukan persamaan bunyi pada awal baris (Sayuti, 2002). Seperti yang terdapat pada baris pertama, kedua, dan ketiga yang memiliki persamaan bunyi di awal baris// Bobo kelinci yang imut/ Bobo kelinci yang ramah/ Bobo kelinci yang penuh inspirasi dan kreatif//.Pada puisi Bobo tersebut terdapat sajak dalam pada bunyi vokal /u/ dalam kata kelinciku dan lucu (baris kelima).

b. Kata
Kata yang digunakan pengarang dalam puisinya sangat sederhana. Makna puisi Bobo diatas secara keseluruhan sangat mudah untuk dipahami. Suasana yang diungkapkan dalam puisi tersebut adalah suasana hati yang riang.
Banyaknya bunyi vokal yang berjarak dekat (asonansi) dalam puisi ini seperti vokal /a/, /i/, /u/ berfungsi untuk melancarkan proses pembacaan sehingga irama yang ada pada puisi ini cenderung efonis.
c. Sarana Retorika
Sarana retorika di pakai di sini untuk menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih, baik yang menyangkut bentuk-bentuk ekspresi kebahasaan maupun berbagai dimensi makna yang dapat dibangkitkan. Sarana retorika yang dimaksud meliputi bentuk-bentuk pemajasan (figures of thought), citraan (imagery), dan penyiasatan struktur (figures of speech).
Citraan (imagery) yang tampak pada puisi Bobo ini adalah citraan penglihatan seperti pada baris keenam//Bobo yang selalu membuatku tertawa// yaitu karena tokoh melihat bobo yang sangat lucu, tokoh dalam puisi tersebut bisa tertawa bahagia.
d. Tema
Tema pada puisi anak biasanya lekat dengan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya anak-anak sering menulis puisi tentang orang tua, guru, teman sepermainan, binatang kesukaan, lingkungan alam, empati terhadap sesama yang menderita dan religiusitas. Puisi berjudul Bobo di atas berbicara tentang binatang kesukaan dimana terlihat pada puisi diatas yang berjudul Bobo yang dilambangkan dengan binatang yang bernama kelinci.







6. Cerita Fiksi Anak (Sastra tradisional)
Judul Legenda : Timun Emas (Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara)
Penulis : MB. Rahimsyah
Penerbit : Pustaka Mandiri
Tahun Terbit : 2006
a. Sinopsis
Dahulu di Jawa Tengah ada seorang janda yang sudah tua. Mbok Rondo namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan. Sudah lama sekali Mbok Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi dia hanya seorang janda miskin, lagi pula sudah tua. Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo mengeluh “Seandainya aku mempunyai anak, beban hidupku agak ringan sebab ada yang membantuku bekerja.” Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Si raksasa mendengar keluhan Mbok Rondo barusan. Raksasa berkata kepada Mbok Rondo bahwa dia akan memberikan Mbok Rondo seorang anak. Akan tetapi raksasa memberikan syarat yaitu apabila anaknya sudah berumur enam belas tahun, anak itu harus diserahkan kepada raksasa sebagai santapannya. Karena begitu menginginkan anak, tanpa berpikir panjang Mbok Rondo menyepakati syarat tersebut. Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok rondo. Mbok Rondo segera pulang dan menanam benih itu di ladang. Dua minggu kemudian tanaman itu sudah berbuah. Ada buah mentimun yang sangat besar. Warnanya kekuningan seperti emas, Mbok Rondo tertarik pada buah mentimun yang besar itu, akhirnya dipetiknya buah itu dan dibawa ke rumah. Setelah sampai di rumah, Mbok Rondo membelah mentimun itu dengan hati-hati. Ternyata ada seorang bayi perempuan cantik di dalam buah tersebut. Mbok Rondo memberikan nama bayi itu Timun Emas. Timus Emas tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Suatu saat raksasa datang menagih janji pada Mbok Rondo. Akan tetapi Mbok Rondo tidak memberikan Timun Emas kepada raksasa itu. Akhirnya Timun Emas dikejar-kejar raksasa untuk dimakan, kemudian Timun Emas melemparkan kantong yang berisi biji-bijian, kemudian dari biji-bijian itu tumbuh pohon yang merambat dan berduri, menghalangi jalan raksasa. Dari kantong kedua yang berisi garam yang dilemparkan oleh Timun Emas, keluarlah air laut yang menenggelamkan raksasa. Raksasa sudah kepayahan. Yang terakhir, Timun Emas melemparkan kantong yang berisi terasi, lalu dari terasi-terasi itu keluar lumpur yang menenggelamkan raksasa. Timun Emas selamat. Ibu dan Timun Emas bersyukur kepada Tuhan yang telah membantu Timun Emas menghadapi raksasa.
b. Tema
Tema dalam legenda yang berjudul Timun Emas ini kurang lebih bertema tentang “pantang menyerah”. Hal ini dapat dilihat dari isi legenda yang menceritakan keberanian Timun Emas menghadapi raksasa. Contohnya Timun Emas ketika dikejar-kejar raksasa, walaupun kantong pertama gagal, Timun Emas terus melemparkan kantong kedua, ketiga, hingga kantong keempat sampai raksasa tenggelam di dalam lumpur.
Selain itu legenda Timun Emas berisi nasehat-nasehat agar kita selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, tidak meminta kepada jin ataupun raksasa. Sekalipun dalam dunia nyata, raksasa itu tidak ada, namun tetap ada kaitan antara tokoh-tokoh dan perbuatan mereka yang dapat dimengerti oleh penikmat cerita Timun Mas.
c. Alur
Cerita Timus Emas ini beralur maju. Hal ini dapat dibuktikan dengan jalannya cerita yang mengisahkan sesuatu hal dengan penyelesaian di bagian akhir. Pada awalnya yang diceritakan adalah tentang seorang janda yang bernama Mbok Rondo yang menginginkan anak. Suatu saat ketika Mbok Rondo sedang mencari kayu di hutan, datanglah raksasa menghampiri Mbok Rondo dan akan memberikannya seorang anak. Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok rondo. Mbok Rondo menanam biji mentimun itu di ladang. Dua minggu kemudian Mbok Rondo memetik mentimun itu dan membelahnya. Ternyata ada bayi perempuan di dalamnya. Mbok Rondo senang, akhirnya dia bisa mempunyai anak dengan bantuan dari raksasa itu.
d. Penokohan
Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal) (Wiyatmi, 2006: 31). Tokoh utama dalam legenda ini adalah Timun Emas, sementara tokoh periferal dalam legenda ini adalah Mbok Rondo, raksasa, dan seorang pertapa(dukun).
Dalam cerita ini, tokoh yang merupakan tokoh protagonis ialah Mbok Rondo dan Timun Emas. Sedangkan tokoh antagonis dalam legenda ini adalah raksasa.
e. Latar
Latar terdiri atas tiga unsur yaitu latar tempat, waktu dan sosial budaya.
• Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada pengertian tempat di mana cerita pada novel ini dikisahkan. Legenda Timun Emas ini dikisahkan di sebuah daerah di Jawa Tengah.
• Latar Waktu
Latar waktu jalannya cerita dalam cerita anak ini yakni Dua tahun kemudian, pagi hari, dan siang hari.
Pagi hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis : Pagi itu sangat cerah. Mbok Rondo dan Timun Emas bersiap pergi ke hutan untuk mencari kayu (KCRN: 94).
Siang hari
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis: Pada suatu hari sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo duduk beristirahat sambil mengeluh (KCRN: 93). Karena bisa melihat dan di hutan tidak ada penerangan, kecuali matahari, dapat disimpulkan bahawa latar waktu terjadi pada siang hari.
Dua tahun kemudian
Hal ini dapat dibuktikan dengan petikan deskripsi dari penulis: Dua tahun kemudian, Timun Emas sudah dewasa. Wajahnya semakin cantik. Kulitnya kuning langsat. Tapi Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya kepada si raksasa. (KCRN: 95).
• Latar Sosial Budaya
Legenda ini ini berlatar sosial budaya masyarakat Jawa tengah. Hal ini dapat dilihat dari latar tempatnya yang mengambil sebuah hutan seperti kebanyakan di Asia sebagai latarnya,
f. Sudut Pandang
Dalam cerita ini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terlihat dari petikan percakapan maupun deskripsi yang tak menyertkan sudut ke”akuan”. Contoh penggunaan sudut pandang “orang ketiga serba tahu” terlihat dari penggalan legenda Timun emas berikut: Pada saat itu juga Timun Emas membuka bungkusan dan menaburkan jarum ke tanah (KCRN: 97).
g. Moral
Moral dapat dipahami sebagai pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca baik secara eksplisit maupun secara implisit. Legenda Timun Emas berisi nasehat-nasehat agar kita selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, tidak meminta kepada jin ataupun raksasa. Sekalipun dalam dunia nyata, raksasa tidak ada, namun tetap ada kaitan antara tokoh-tokoh dan perbuatan mereka yang dapat dimengerti oleh penikmat cerita Timun Emas. Selain itu cerita Timun Emas mengajarkan kita bersikap pantang menyerah, contohnya Timun Emas ketika dikejar-kejar raksasa, walaupun kantong pertama gagal, Timun Emas terus melemparkan kantong kedua, ketiga, hingga kantong keempat.
• Keterkaitan antara tokoh dengan konflik membentuk alur. Tokoh Mbok Rondo adalah seorang janda tua yang ingin mempunyai seorang anak. Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan, Mbok Rondo mengeluh “Seandainya aku mempunyai anak, beban hidupku agak ringan sebab ada yang membantuku bekerja.” Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Si raksasa mendengar keluhan Mbok Rondo barusan. Raksasa berkata kepada Mbok Rondo bahwa dia akan memberikan Mbok Rondo seorang anak. Akan tetapi raksasa memberikan syarat yaitu apabila anaknya sudah berumur enam belas tahun, anak itu harus diserahkan kepada raksasa sebagai santapannya. Mbok Rondo menyetujuinya. Akan tetapi, setelah Timun Emas dewasa Mbok Rondo tidak menepati janjinya untuk memberikan Timun Emas kepada raksasa. Keterkaitan tokoh Mbok Rondo dengan konflik masalah dengan raksasa inilah yang membentuk alur. Sehingga keterkaitan antara tokoh, konflik, alur tersebut telah membentuk rangkaian peristiwa yang terjadi dalam legenda tersebut.

7. Bacaan Non Fiksi Anak (Biografi)
Judul Biografi : Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa
Penulis : Sagimun. M. D
Ilustrasi : Syahwil
Halaman : 51 halaman
Penerbit : CV ROSDA
Tahun Terbit : 1983

a. Ringkasan
Kyai Haji Zaenal Mustafa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya adalah Umri alias Hudaemi. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan Nawafi dan Ny. Ratinah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna. Ia anak pertama dari sembilan bersaudara (kini termasuk wilayah Desa Sukarapih Kecamatan Sukarame) Kabupaten tasikmalaya (ada yang menyebut ia lahir tahun 1901 dan Ensiklopedi Islam menyebutnya tahun 1907, sementara tahun yang tertera di atas diperoleh dari catatan Nina Herlina Lubis, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat). Namanya menjadi Kyai Haji Zaenal Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1927.
Sejak kecil Kyai Haji Zaenal Mustafa sudah tertarik kepada pelajaran agama Islam. Ia belajar agama Islam dari ayahnya. Disamping belajar di sekolah umum ia juga banyak menekuni agama. Pada waktu berusia dua belas tahun Umri tamat sekolah dasar. Ia memang terkenal sebagai seorang anak yang cerdas. Pada waktu itu ia sudah menghafalkan Al-Qur’an. Ia juga banyak belajar bahasa Arab.
Setelah tamat sekolah dasar Kyai Haji Zaenal Mustafa melanjutkan pendidikannya ke pelbagai pesantren. Kyai Haji Zaenal Mustafa bercita-cita menjadi seorang ulama yang baik. Untuk menjadi ulama yang baik, orang tidak cukup belajar hanya pada sebuah pesantren saja. Kurang lebih tujuh belas tahun lamanya ia berkelana dari pesantren yang satu ke pesantren yang lainnya. Pesantren-pesantren yang pernah dikunjungi Umri antara lain; Pesantren Gunung Pari, Pesantren Sukaraja, Pesantren Sukamuskin, Pesantren Cilenga, Pesantren Jamanis.
Pada Tahun 1927 Kyai Haji Zaenal Mustafa mendirikan sebuah pesantren di kampung Cikembang. Di samping itu, ia juga mengadakan beberapa kegiatan keagamaan ke pelosok-pelosok desa di Tasikmalaya dengan cara mengadakan ceramah-ceramah agama. Maka sebutan kiai pun menjadi melekat dengan namanya. Kyai Haji Zaenal Mustafa terus tumbuh menjadi pemimpin yang karismatik, patriotik, dan berpandangan jauh ke depan. Tahun 1933, ia masuk Jamiyyah Nahdhatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai wakil ro’is Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
Setelah Perang Dunia II, tepatnya pada 17 November 1941, Kyai Haji Zaenal Mustafa bersama Kiai Rukhiyat (dari Pesantren Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap Belanda dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Mereka ditahan di Penjara Tasikmalaya dan sehari kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung, dan baru bebas 10 Januari 1942. Akhir Februari 1942, Kyai Haji Zaenal Mustafa bersama Kiai Rukhiyat kembali ditangkap dan dimasukkan ke penjara Ciamis. Kedua ulama ini menghadapi tuduhan yang sama dengan penangkapannya yang pertama. Hingga pada waktu Belanda menyerah kepada Jepang, ia masih mendekam di penjara.
Pada tanggal 8 Maret 1942 kekuasaan Hindia Belanda berakhir dan Indonesia diduduki Pemerintah Militer Jepang. Oleh penjajah yang baru ini, Kyai Haji Zaenal Mustafa dibebaskan dari penjara, dengan harapan ia akan mau membantu Jepang dalam mewujudkan ambisi fasisnya, yaitu menciptakan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Akan tetapi, apa yang menjadi harapan Jepang tidak pernah terwujud karena Kyai Haji Zaenal Mustafa dengan tegas menolaknya. Dalam pidato singkatnya, pada upacara penyambutan kembali di Pesantren, ia memperingatkan para pengikut dan santrinya agar tetap percaya pada diri sendiri dan tidak mudah termakan oleh propaganda asing. Ia malah memperingatkan bahwa fasisme Jepang itu lebih berbahaya dari imperialisme Belanda.
Besarnya pengaruh Kyai Haji Zaenal Mustafa dalam pembentukan mental para santri dan masyarakat serta peranan pesantrennya sebagai lembaga pendidikan dan pembinaan umat membuat pemerintah Jepang merasa tidak bebas jika membiarkan pesantren ini tetap berjalan. Maka, setelah peristiwa pemberontakan tersebut, pesantren ini ditutup oleh Jepang dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun.
Kepala Erevele Belanda Ancol, Jakarta memberi kabar bahwa Kyai Haji Zaenal Mustafa telah dieksekusi pada 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol, Jakarta. Melalui penelusuran salah seorang santrinya, Kolonel Syarif Hidayat, pada tahun 1973 keberadaan makamnya itu ditemukan di daerah Ancol, Jakarta Utara, bersama makam-makam para santrinya yang berada di antara makam-makam tentara Belanda. Lalu, pada 25 Agustus 1973, semua makam itu dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya.
Pada tanggal 6 Nopember 1972, KH. Zaenal Mustofa diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
b. Fakta
Fakta yang terdapat pada biografi Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa meliputi peristiwa nyata tentang kehidupan beliau. Fakta peristiwa yang terdapat pada biografi ini meliputi lokasi, peristiwa yang terjadi, para pelaku sejarah dan tahun terjadinya peristiwa tersebut. Kesemua unsur tersebut terdapat dalam buku biografi ini yang breupa sebuah kronologi, yaitu dimulai dari berbagai peristiwa Kyai Haji Zainal Mustafa ketika dilahirkan hingga meninggal. Seperti pada kutipan dibawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa dilahirkan pada tahun 1907 (hal: 13).
Tempat kelahiran Kyai Haji Zainal Mustafa adalah kampung Bageur di desa Cimerah (hal: 14).

Pada tanggal 25 Agustus 1973 jam 08.00 diadakan upacara pemberangkatan jenazah. Jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa dimakamkan kembali di Taman Pahlawan Sukamanah dengan upacara kenegaraan (hal: 51).

c. Konsep
Dalam biografi Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa ini diceritakan hal-hal yang dilakukan oleh Kyai Haji Zainal Mustafa dari masa kanak-kanak, kemudian masa pendidikan dan masa perjuangan beliau dalam menentang dan melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Biografi ini terdiri dari 5 BAB, yaitu Bab I tentang Kyai Haji Zainal Mustafa, Bab II berisi Asal-usul dan Cita-citanya, Bab III Menentang Penjajahan Belanda, Bab IV Melawan Penjajahan Jepang, dan Bab V Penutup.
Kyai Haji Zainal Mustafa dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, seperti pada kutipan di bawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa sudah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 Nopember 1972 No. 064/ TK/ Th. 1972 (hal: 47).

Kyai Haji Zainal Mustafa memiliki sifat yang tanggung jawab, ulet, berhati tabah, tegas dan berani membela keberanian. Seperti pada kutipan dibawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa seorang pemimpin perlawanan yang penuh dengan tanggung jawab. Ia sempat menginstruksikan agar para pengikutnya menjawab dengan tepat pertanyaan-pertanyaan pemeriksa (hal: 45).

Kyai Haji Zainal Mustafa seorang ulama pejuang yang ulet, berhati tabah, tegas dan berani membela kebenaran. Secara konsekuen ia menjalankan politik non koperator. Ia menolak kerja sama dengan kaum penjajah Belanda. Demikian pula ia menolak bekerja sama dengan Jepang (hal: 47).

d. Tone
Tone dijelaskan secara langsung oleh pengarang dalam membuat biografi tentang Kyai Haji Zainal Mustafa. Tone dalam biografi ini berupa tanggapan penulis terhadap Kyai Haji Zainal Mustafa yang ingin disampaikan kepada pembaca untuk meneladani sifat kepahlawanan, berani melawan kejahatan untuk membela bangsa, dan memerangi kebodohan yang menimpa rakyat. Seperti pada kutipan dibawah ini:
Kyai Haji Zainal Mustafa terjun ke medan kemerdekaan. Ia mendirikan pesantren di desa. Ia berusaha memajukan dan menyadarkan rakyat di pedesaan. Rakyat di pedesaan masih diliputi kabut kebodohan dan kekolotan.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda-pemudi patriot Indonesia mengucapkan sebuah ikrar. Ikrar itu terkenal dengan nama “Sumpah Pemuda” (hal: 17).
Kyai Haji Zainal Mustafa bertekad untuk menyadarkan kaum muslimin Indonesia dari kebodohannya. Ia bertekad untuk melepaskan kaum muslimin Indonesia dari belenggu kekolotannya (hal: 19).


• Jenis biografi Pahlawan Nasional Kyai Haji Zainal Mustafa ini merupakan jenis biografi fiksional, dimana didalam biografi ini dipaparkan semua fakta berdasarkan penelitian namun didalamnya penulis memasukkan unsur fiksi kedalamnya. Penulis menggunakan gaya bercerita yang sangat dekat dengan dunia anak.
Biografi ini merupakan biografi yang sederhan dan bergambar. Dikatakan sederhana karena biografi ini sangat ringkas hanya terdapat 51 halaman. Tentu saja untuk menceritakan perjalanan pahlawan nasional Kyai Haji Zainal Mustafa belum cukup. Kemudian dikatakan bergambar karena dalam biografi ini penulis menyertakan gambar-gambar untuk mendukung teks verbal. Misalkan, terdapat gambar penyerahan jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa dari Gubernur DKI Jakarta kepada Gubernur Jawa Barat pada halaman 12, pada halaman 18 terdapat gambar Gubernur Jawa Barat sedang menandatangani penyerahan Jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa, terdapat gambar iringan jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa pada halaman 44, serta pada halaman 50 terdapat gambar ketika jenazah Kyai Haji Zainal Mustafa menuju liang lahat. Biografi yang disertakan gambar-gambar sangat memperkuat bahwa biografi tersebut memang cocok untuk dibaca oleh anak.








8. Sinopsis
a. Sinopsis I
Judul Novel : Hafalan Shalat Delisa
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Halaman : 270 halaman
Tahun Terbit : 2005
Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. Abinya bernama Usman dan uminya bernama Salamah.
Delisa mendapatkan tugas dari Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat yang akan disetorkan pada hari minggu tanggal 26 Desember 2004. Motivasi dari Ummi yang berjanji akan memberikan hadiah jika ia berhasil menghafalkan bacaan sholat membuat semangat Delisa untuk menghafal. Ummi telah menyiapkan hadiah kalung emas dua gram berliontin D untuk Delisa, sedangkan Abi akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jikalau lulus. Pagi itu hari minggu tanggal 24 Desember 2004, Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya di depan kelas. Tiba-tiba Gempa bumi berkekuatan 8,9 SR yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu. Namun, Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Ketika hendak sujud yang pertama, air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya.
Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidak. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Bahkan pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf.
Beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat Delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang mengharukan. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan setelah kejadian tsunami yang melanda Lhok Nga, Delisa sudah bisa menerima keadaan itu. Ia memulai kembali kehidupan dari awal bersama abinya. Hidup di barak pengungsian yang didirikan sukarelawan lokal maupun asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang kehilangan keluarga, sahabat, teman dan orang-orang terdekat. Beberapa bulan kemudian, Delisa mulai masuk sekolah kembali. Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Akan tetapi susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Delisa benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan kembali hafalan sholatnya. Sebelumnya malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat karena Allah, bukan karena sebatang coklat, sebuah kalung, ataupun sepeda. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda, cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Delisa menemukan kalung D untuk Delisa dalam genggaman tangan manusia yang sudah tinggal tulang. Tangan manusia yang sudah tinggal tulang itu tidak lain adalah milik Ummi Delisa. Delisa sangat terkejut.
• Komentar
Dalam novel yang berjudul Hafalan Sholat Delisa ini terdapat nilai keikhlasan, dimana seorang anak berusia enam tahun yang memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi penderitaan, tentang arti memahami makna atau hikmah yang tersembunyi di balik kejadian, tentang arti penerimaan terhadap segala musibah. Novel ini disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan alur yang juga mudah untuk diikuti. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca untuk selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan.
b. Sinopsis II
Judul Cerita : 200 Meter Per Jam
Penulis : Triani Retno A
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 18-19
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Suatu hari Naya sedang asyik menonton televisi. Tiba-tiba ibunya memanggil Naya. Ibu menyuruh Naya membeli telur di warung Bu Hesti. Warung Bu Hesti terletak tak jauh dari rumah Naya. Jaraknya hanya sekitar 100 meter. Meskipun tak terlalu besar, warung itu cukup lengkap. Ketika melewati rumah Rini, Naya berhenti. Di teras rumah, ada Rini, Tika, dan Lulu yang sedang asyik bermain boneka. Naya segera bergabung dengan teman-temannya. Naya lupa kalau dia harus ke warung Bu Hesti untuk membeli telur. Ketika sedang asyik bermain boneka tiba-tiba Naya teringat kalau dia harus ke warung. Kemudian Naya berlari pergi ke warung Bu Hesti. Setelah selesei membeli telur, Naya beranjak pulang. Sampai di depan rumah Rini, sudah tidak tampak teman-temannya yang sedang bermain boneka tadi. Akan tetapi, Naya melihat ada kerumunan di pinggir jalan. Naya bergegas menghampiri kerumunan itu. Tepat ketika Naya tiba, kendang mulai ditabuh. Ternyata ada pertunjukkan topeng monyet. Naya melihat pertunjukkan itu dan tentu saja dia lupa kalau telur yang ia beli sudah ditunggu ibunya di rumah. Ketika hendak bertepuk tangan, Naya tertegun melihat ada kantong plastik digenggamannya. Naya cepat-cepat keluar dari kerumunan penonton dan berlari ke rumahnya. Sampai di rumah, Naya meletakkan telur itu di meja dapur. Naya sudah pergi selama satu jam. Ibu tidak mengatakan apa-apa. Setelah beberapa jam kemudian, Naya merasa lapar. Dia beranjak ke meja makan, akan tetapi tidak ada makanan disana. Naya menghampiri ibunya dan bertanya kenapa tidak ada makanan di meja makan. Ternyata ibunya belum masak. Awalnya ibu ingin memasak telur asam manis. Tapi, karena Naya lama membeli telur akhirnya ibunya tidak jadi masak telur asam manis. Naya merasa bersalah karena sudah membuat ibu menunggu telur yang dibeli Naya di warung Bu Hesti yang jaraknya hanya 100 meter dari rumah. Akan tetapi karena Naya mampir di rumah Rini dan melihan pertunjukkan topeng monyet, jadi jarak yg hanya 100 meter menjadi 200 meter dari rumah Naya. Naya meminta maaf pada ibu dan berjanji tidak akan mengulanginya.
• Komentar
Cerpen yang berjudul 200 Meter Per Jam ini bercerita tentang kejadian yang sering terjadi pada kehidupan anak-anak. Anak-anak sering kali mampir entah bermain atau yang lainnya ketika ibunya menyuruh si anak ke warung. Sampai ibunya menunggu sambil khawatir di rumah. Hal tersebut tidak jarang terjadi di kehidupan nyata. Melalui cerpen ini pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca untuk menjalankan perintah orang tua dengan sebaik mungkin.
c. Sinopsis III
Judul Cerita : Siapa Nyontek Siapa?
Penulis : Widya Suwarna
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 24-25
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Siang hari wajah Pak Awang tidak ceria seperti biasanya. Pak Awang adalah guru bahasa Indonesia dan guru kesayangan anak-anak kelas VA. Ketika Pak Awang masuk kelas, pak Awang bercerita bahwa ada dua anak yang mengumpulkan tugas membuat karangan bebas yang hampir sama.
Suasana dalam kelas gaduh seketika. Pak Awang menenangkan anak-anak itu. Lalu Pak Awang menceritakan isi kedua karangan itu. Anak-anak mendengarkan cerita dengan tenang. Setelah beberapa menit, Pak Awang selesei menceritakan kedua karangan itu. Pak Awang tidak memberitahu kepada anak-anak siapa yang sebenarnya menyontek. Karangan milik A atau karangan milik B. Meskipun sebenarnya Pak Awang sudah mengetahui siapa yang menyontek. Di akhir cerita Pak Awang memberikan nasehat kepada anak-anak untuk tidak menyontek dan rajin membaca buku pengetahuan.
• Komentar
Cerpen yang berjudul Siapa Nyontek Siapa? ini disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan alur yang juga mudah untuk diikuti. Pengarang menyampaikan sebuah cerita yang sederhana tetapi mengandung nilai moral yang patut untuk diajarkan pada anak-anak. Bahwasanya secara tidak langsung pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca agar tidak berbuat curang dalam segala hal, misalnya menyontek pekerjaan milik teman seperti pada cerita tersebut.
d. Sinopsis IV
Judul Cerita : Si Pelempar Misterius
Penulis : Widya Suwarna
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 32-33
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Hari sudah sore ketika Ari keluar dari rumah Iwan, temannya. Ari bersama Iwan dan Niko baru saja selesai membuat kliping tentang lingkungan hidup. Ketika memasuki kompleks tempat tinggalnya, Ari melihat Oma dan Opa Martin sedang jalan-jalan. Oma punya banyak tanaman hias dan tanaman obat di halaman rumahnya. Lalu, ada Bu Sarmi yang berjalan sambil menggendong keranjang. Bu sarmi membawa karton-karton, botol-botol, gelas bekas air mineral, dan ranting melati dengan daunnya.
Sebulan sekali Bu Sarmi datang ke rumah Ari. Mama memberinya koran bekas dan 30 butir obat diabetes karena ia sakit diabetes. Setiba di rumah, Ari melihat Mama di halaman. Mama sedang menggali tanah dengan sekop kecil. Di dekatnya ada pohon pandan lengkap dengan akarnya. Mama bercerita pada Ari bahwa pohon pandan itu ditemukannya di halaman. Menurut Mama pohon pandan itu dilemparkan dari luar rumah. Ari penasaran siapa yang memberikan hadiah pohon pandan itu dengan melemparkannya ke halaman. Ari berpikir bahwa orang yang melempar pohon itu pasti mengenal Mama dan Ari berprasangka bahwa yang melempar pohon itu adalah Bu Sarmi. Ternyata dugaan Ari benar. Mama menghampiri Ari dan menceritakan kedatangan Bu Sarmi yang ingin minta maaf karena tidak memberikan pohon pandan itu secara langsung pada Mama karena takut mengganggu Mama.
• Komentar
Cerpen ini bertemakan tentang “maksud yang baik, tetapi caranya kurang baik.” Seperti terlihat pada sinopsis cerita di atas yang menceritakan Bu Sarmi yang memberikan pohon pandan pada Mama tapi tidak memberikannya secara langsung melainkan dengan cara melemparkannya dari luar rumah. Dalam cerita ini pengarang ingin menyampaikan moral kepada pembaca bahwasanya jika ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, berikanlah sesuatu itu dengan sopan dan cara yang baik.

e. Sinopsis V
Judul Cerita : Gitu, Ya...
Penulis : Yohanes Pemandi Ronny
Sumber : Majalah Bobo, 16 Desember 2010 (Rubrik Cerpen)
Halaman : Halaman 35
Penerbit : PT Penerbitan Sarana Bobo- Gramedia Majalah
Suatu hari Tika menghampiri kakanya yang baru saja pulang sekolah. Tika bercerita bahwa dia tadi di sekolah dia mengikuti lomba menggambar. Tika bercerita banyak kepada Tino, akan tetapi Tino tidak menghiraukan cerita adiknya. Tanpa mempedulikan adiknya, Tino bergegas masuk kamar. Tika yang merasa belum puas bercerita pada Tino, menunggu di depan kamar. Tika memang senang bercerita. Sejak pertama masuk sekolah, pengalaman apapun diceritakannya.
Seluruh keluarga senang mendengarnya kecuali Tino. Ia paling males mendengar cerita adiknya. Menurutnya, cerita adiknya sangat remeh. Tika melanjutkan ceritanya saat Tino keluar dari kamar. Diikutinya Tino yang menuju ruang makan. Tino membentak Tika untuk mengehentikan ceritanya dan menyuruh Tika bercerita pada Bi Yem. Mbak Tina yang ada di ruang makan mengamati kejadian itu sambil menggeleng-geleng kepala. Mbak Tina menghampiri Tino, kemudian duduk didepannya. Giliran Tino yang bercerita kepada Mbak Tina. Tino bercerita bahwa nilai matematikanya sudah dibagikan dan mendapatkan nilai 9. Akan tetapi Mbak Tina tidak menghiraukannya. Tino protes pada Mbak Tina karena tidak menghiraukan ceritanya. Mbak Tina memandang wajah Tini sambil berkata bahwa Mbak Tina hanya meniru Tino. Tino cuek pada Tika, Mbak Tina juga bisa cuek pada Tini, ujar Mbak Tina. Tino malu pada dirinya sendiri. Tino berjanji pada Mbak Tina tidak akan cuek lagi.
• Komentar
Cerpen yang berjudul Gitu, Ya... ini mengajarkan pada kita bahwa apabila ingin dihormati maka kita harus bisa menghormati orang lain. Tino tidak pernah menghiraukan cerita adiknya, Tika. Kemudian Tino mendapatkan akibatnya yaitu ketika Tino bercerita, Mbak Tina tidak menghiraukannya. Itulah akibat dari tidak menghormati orang lain, maka orang lain juga tidak akan menghormati kita.
f. Sinopsis VI
Judul Cerita : Bunga Anggrek Diana
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 26-32
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006
Pagi yang cerah. Dia belum juga berangkat ke sekolah. Dia masih duduk di beranda. Diana sedang menunggu ibunya pulang dari pasar karena Diana ingin pamit kepada ibunya sebelum berangkat sekolah. Tak lama kemudian Ibu Diana nampak dari kejauhan. Ibu Diana adalah pedagang kue keliling di perkampungan kumuh di pinggir kota, sedangkan Ayah Diana bekerja sebagai buruh pabrik. Waktu itu Ibu Diana pulang dengan membawa kantong plastik hitam yang berisi bunga anggrek yang sudah layu. Ibunya menemukan bungkusan plastik itu di tempat pembuangan sampah dekat rumah Bu Marni. Diana nampak gembira melihat bunga anggrek yang dibawa ibu. Meskipun hampir semua layu, tapi masih ada yang bisa diselamatkan.
Pulang sekolah, setelah makan siang Diana langsung membenahi anggrek-anggrek itu. Diana merawat anggrek itu dengan baik. Setiap pagi Diana menyirami tanaman anggrek itu. Tak terasa anggre-anggrek itu bertambah banyak dan beragam warnanya.
Suatu hari Bu Marni datang ke rumah Diana dan berniat ingin membeli empat tanaman anggrek yang berbeda warnanya. Ibu Diana menceritakan asal-usul anggrek yang ingin dibeli Bu Marni. Anggrek yang ada di pekarangannya itu sebenarnya milik Bu Marni, karena saya menemukannya di pembuangan sampah dekat rumah Ibu Marni, jadi Bu Marni tidak usah membelinya, ujar Ibu Diana. Anggrek tersebut bisa menjadi beraneka ragam warnanya karena setiap hari Diana merawatnya dengan baik.
• Komentar
Cerpen yang berjudul Bunga Anggrek Diana bertema tentang “kejujuran dan ketekunan”. Kejujuran terlihat pada cuplikan cerita ketika Ibu Diana berkata jujur tentang asal usul anggrek yang ada di pekarangannya. Ketekunan terlihat pada sosok Diana yang setiap hari merawat anggrek-anggrek dengan baik sehingga menjadi anggrek yang bermacam-macam warnanya. Pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa apabila kita menekuni sesuatu dengan sungguh-sungguh, maka akan mendatangkan hasil yang bagus.
g. Sinopsis VII
Judul Cerita : Selendang Tari
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 92-97
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006
Hampir pukul empat sore. Tari sudah mandi dan siap berangkat latihan menari. Ia sedang mempersiapkan beberapa benda yang akan dibawa. Hanya lima belas menit perjalanan, Tari sudah sampai di sekolahnya. Tak lama kemudian, serombongan anak-anak yang lain mulai berdatangan, disusul Ibu Guru yang akan melatih anak-anak menari. Bu Ratih nama guru itu. Bu Ratih langsung memberi aba-aba agar semua anak menuju aula sekolah. Lalu Ibu Guru menjelaskan kepada semua anak-anak bahwa lima hari lagi mereka harus pentas pada acara perpisahan murid-murid kelas enam di sekolah itu.
Tari terpilih menjadi salah satu penari yang akan mengisi acara perpisahan itu. Suatu hari setelah latihan menari, Tari buru-buru pulang tanpa memeriksa kembali isi dalam tasnya. Keesokan harinya Tari sudah siap berangkat ke sekolah dan siap untuk pentas di panggung dalam acara perpisahan itu. Tapi Tari panik saat membuka tasnya. Selendang yang dipinjamkan Bu Ratih tidak ada di tasnya. Ibu berhasil menenangkan Tari. Ibu mengajak Tari untuk meminjam selendang lagi di sekolah. Sesampainya di sekolah, Mang Parmin, penjaga sekolah mencegat langkah ibu dan Tari. Mang Parmin memberikan sehelai selendang Tari yang tertinggal kemaren sore di aula sekolah. Tari pun berteriak girang dan mengucapkan terima kasih kepada Mang Parmin. Ibu asik sekali menyaksikan Tarian Tari dan teman-temannya diatas panggung.
• Komentar
Cerita ini memberikan pelajaran berharga kepada pembaca bahwa melakukan suatu pekerjaan dengan terburu-buru pasti akan merugikan diri sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan sesuatu dengan tenang, tidak terburu-buru supaya tidak merugikan diri sendiri.

h. Sinopsis VIII
Judul Cerita : Hadiah untuk Mak Salamah
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 42-49
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006

Hari hampir petang. Wandi belum juga pulang ke rumah. Sepulang sekolah Wandi pergi ke semak belukar di pinggr desa. Dia bermain ketapel untuk memburu burung. Akan tetapi selalu gagal. Suatu ketika Wandi melihat burung bertengger di dahan pohon. Wandi mengambil posisi, lalu menyiapkan kepalanya untuk membidik burung itu. Wandi tidak memperhatikan ada seorang nenek sedang mengumpulkan kayu bakar dekat pohon itu. Peluru itu membentur batang pohon kemudian mantul mengenai nenek yang berada dekat pohon. Wandi segera bersembunyi di belakang pohon, dia takut kalau nenek itu memarahinya. Nenek itu bernama Mak Salamah.
Wandi gelisah. Sosok Mak Salamah yang kesakitan karena terkena batu sore tadi selalu terbayang di pelupuk matanya. Wandi merasa bersalah. Keesokan harinya Wandi mendatangi rumah nenek Salamah. Ia minta maaf kepada Mak Salamah tentang kejadian kemaren sore di semak belukar. Mak Salamah memaafkan Wandi. Wandi senang, ia memberikan bungkusan berisi kain untuk Mak Salamah sebagai tanda permintaan maafnya.

• Komentar
Cerpen ini memiliki alur yang mudah diikuti. Cerita ini memberikan pelajaran kepada pembaca untuk segera minta maaf apabila melakukan kesalahan kepada oang lain. Apabila tidak segera minta maaf, perasaan brsalah itu akan selalu menghantui kita setiap saat. Oleh karena itu, jadilah orang yang pemberani untuk mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Jangan menjadi pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan yang sudah diperbuat karena perasaan bersalah itu akan terus menghantui kita setiap saat.


i. Sinopsis IX
Judul Cerita : Obet yang Pemalu
Penulis : Rialan Krisman
Sumber : Kumpulan Cerita Anak “Hadiah untuk Mak Salamah”
Halaman : Halaman 66-72
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2006
Hari itu Obet pergi bersama Mama ke sebuah toko buku untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah. Setelah Mama selesai membayar buku-buku pelajaran yang dibutuhkan Obet, seorang pelayan di toko buku itu memberikan sehelai kertas yang berisikan berita pengumuman tentang lomba membaca cerita anak. Lomba itu akan dilaksanakan minggu depan di toko buku itu. Mama menawarkan Obet untuk mengikuti lomba membaca cerita anak tersebut. Obet hanya diam. Obet adalah anak yang pendiam dan pemalu. Sebenarnya Obet ingin sekali mengikuti lomba itu. Namun, dia tidak percaya diri.
Obet bertanya pada Mama, bagaimana agar bisa percaya diri. Mama menjelaskan dan memberikan pesan-pesan agar tidak malu dalam lomba membaca cerita anak. Sampai akhirnya Obet memiliki kemauan untuk mengikuti lomba tersebut.
Hari minggu pun tiba. Obet bersama Mama dan Papa berangkat ke toko buku untuk melihat penampilan Obet. Obet sangat lancar dalam membaca. Dia berpenampilan cukup sempurna. Setelah lomba selesai, panitia lomba memberitahu bahwa pemenang akan diumumkan satu jam lagi. Tak terasa pengumuman pemenang pun diumumkan. Obet yang semula tak yakin akan mendapat juara, kaget begitu nama dan nomor urutnya dipanggil oleh panitia lomba. Obet menjadi juara pertama lomba membaca cerita anak itu. Obet tersenyum menerima hadiah dan penghargaan yang diberikan oleh panitia lomba.
• Komentar
Dalam cerita yang berjudul Obet yang Pemalu, pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca untuk memiliki sifat percaya diri. Percaya diri akan timbul dengan sendirinya apabila kita menguasai sesuatu dengan baik. Jangan malu untuk melakukan sesuatu dan jangan menyerah sebelum mencoba.
j. Sinopsis X
Judul Novel : Mengapa Harus Malu? (Novel Anak Islami)
Penulis : Muktiar Selawati
Halaman : 81 halaman
Penerbit : Mitra Bocah Muslim
Tahun Terbit : 2007

Alim, Reno dan Chandra adalah tiga sahabat yang akrab. Mereka mengalami masalah masing-masing. Mereka malu dengan keadaan mereka masing-masing.
Alim adalah anak yang kehidupannya kurang mampu. Suatu hari Alim minta dibelikan sepeda oleh orang tuanya. Alim iri dengan Reno dan Chandra yang pergi sekolah dengan bersepeda. Ayahnya bekerja sebagai tukang becak mini di alun-alun. Ibunya penjual kue keliling. Sepulang sekolah Chandra dan Reno mengajak Alim ke alun-alun, tapi Alim menolaknya. Dia takut Chandra dan Alim mengetahui kalau bapaknya adalah tukang becak mini di alun-alun. Alim malu pada Chandra dan Alim. Di alun-alun Chandra melihat Alim dan ibunya sedang berjualan kue, kemudian memberitahu Alim kalau tadi mereka bertemu dengan ayahnya. Chandra dan Reno tahu kalau Alim malu jika mereka tahu ayanhnya hanya tukang becak. Tapi, Chandra dan Reno tetap mau berteman dengan Alim meskipun Alim orang yang tidak mampu, tidak seperti Reno dan Chandra.
Reno adalah murid baru di sekolahannya. Reno berambut keriting. Di sekolah, teman-temannya kecuali Chandra sering memanggilnya dengan sebutan kribo. Reno tidak suka sipanggil kribo. Sepulang sekolah Reno bercerita pada ibunya. Kemudian ibunya memberitahu Reno supaya cuek jika teman-temannya meledek. Esok harinya ketika teman-teman Reno meledeknya, Reno cuek saja terus berjalan. Teman-temannya bingung, kenapa Reno tidak marah. Akhirnya teman-temannya tidak meledek Reno lagi karena kesal pada Reno yang cuek saja dipanggil dengan sebutan kribo.
Ujian kenaikan kelas sudah selesai beberapa hari yang lau. Hari ini adalah pengambilan rapor. Teman-teman Chandra datang bersama ibunya ketika pengambilan rapor. Akan tetapi, rapor Chandra akan diambil bersama Eyang karena ibunya mengambilkan rapor kakaknya. Chandra marah, Dia tidak mau mengambil rapor bersama Eyang. Chandra malu karena Eyang sudah tua dan selalu memakai baju itu-itu saja. Chandra menilai Eyang sebagai orang yang tidak trendi. Sampai di sekolah, Chandra iri melihat teman-temannya yang mengambil rapor bersama ibunya. Kemudian teman-temannya menyapa Chandra dan bersalaman pada Eyang. Teman-temannya senang bertemu dengan Eyang karena Eyang suka bercerita kepada anak-anak. Teman-teman Chandra mendengarkan cerita Eyang dengan hati senang. Lalu, Chandra sadar bahwa Eyang sangat menyayangi Chandra. Dia menyesal sudah kesal pada Eyang.
• Komentar
Novel yang berjudul Mengapa Harus Malu? Ini bertema tentang “bagaimana mensyukuri segala sesuatu yang kita punya”. Apapun yang kita miliki adalah pemberian dari Tuhan. Oleh karenanya kita harus pandai dalam mensyukuri apa yang sudah diberikan pada kita. Setiap manusia punya kelebihan dan kekukarangan masing-masing. Pada novel ini, tokoh Alim, Reno dan Chandra merasa malu dengan keadaan mereka masing-masing. Akan tetapi pada akhirnya mereka bisa mengatasi rasa malu mereka.

D. KESIMPULAN
Sastra anak mengandung nilai keindahan dan pesan tentang nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Sastra anak juga mampu mendukung dalam pembentukan karakter anak. Melalui karya sastra, nilai-nilai moral tidak disampaikan secara langsung. Akan tetapi disampaikan melalui tokoh dalam cerita dan metafora-metafora.
Kepribadian seorang anak dibentuk dan terbentuk lewat lingkungan baik secara sadar maupun tidak sadar. Sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak.
Kajian karya sastra anak dapat digunakan sebagai parameter apakah karya tersebut sudah layak ataukah belum untuk dikonsumsi anak. Dengan demikian kita sebagai orang dewasa bisa mengetahui dan memberikan bacaan yang sesuai untuk disuguhkan kepada anak jangan sampai ideologi orang dewasa yang ada dalam karya sastra anak tersebut. Jadi, buku bacaan yang dipilih harus sesuai kriteria bacaan anak.


DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sayuti, A, Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
________________.2002. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.
Wahidin. 2009. Hakikat Sastra Anak. http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/ 2009/03/18/hakikat-sastra-anak/ (diunduh 30 Desember 2010).

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: pustaka.